NAMA MAHASISWA :
DADANG DJOKO KARYANTO
NIM :
014055066
MK : KEKUATAN POLITIK INDONESIA
HARI, TGL, BLN, THN : SELASA ,23 OKTOBER
2012 PKL 08.00 WIB
GERAKAN
MAHASISWA SEBAGAI GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN IDENTITAS
Diskurkus tentang mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi pokok bahasan dalam berbagai kesempatan pada hampir sepanjang tahun. Begitu banyaknya forum-forum diskusi yang diadakan, telah menghasilkan pula pelbagai tulisan, makalah, maupun buku-buku yang diterbitkan tentang hakikat, peranan, dan kepentingan gerakan mahasiswa dalam pergulatan politik kontemporer di Indonesia. Terutama dalam konteks keperduliannya dalam meresponi masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat.
Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Kehadiran gerakan mahasiswa --- sebagai perpanjangan aspirasi rakyat ---- dalam situasi yang demikian itu memang amat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi atas konflik-konflik yang terjadi vis a vis penguasa. Secara umum, advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan posisi tawar rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang terjadi menjadi lebih signifikan. Dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak mengacu pada panggilan nurani atas keperduliannya yang mendalam terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam kerangka melakukan koreksi atau kontrol atas perilaku-perilaku politik penguasa yang dirasakan telah mengalami distorsi dan jauh dari komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perbaikan bagi kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, peranannya menjadi begitu penting dan berarti tatkala berada di tengah masyarakat. Saking begitu berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa pada kebanyakkan negara di dunia telah mencatat bahwa perubahan sosial (social change) yang terjadi hampir sebagian besar dipicu dan dipelopori oleh adanya gerakan perlawanan mahasiswa.
Alasan utama menempatkan mahasiswa beserta gerakannya secara khusus dalam tulisan singkat ini lantaran kepeloporannya sebagai "pembela rakyat" serta keperduliannya yang tinggi terhadap masalah bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan jujur dan tegas. Walaupun memang tak bisa dipungkiri, faktor pemihakan terhadap ideologi tertentu turut pula mewarnai aktifitas politik mahasiswa yang telah memberikan konstribusinya yang tak kalah besar dari kekuatan politik lainnya. Oleh karenanya, penulis menyadari bahwa deskripsi singkat dalam artikel ini belum seutuhnya menggambarkan korelasi positif antara pemihakan terhadap ideologi tertentu dengan kepeloporan yang dimiliki dalam menengahi konflik yang ada. Mungkin bisa dikatakan artikel ini lebih banyak mengacu pada refleksi diskursus-diskursus politik kekuasaan otoritarian Orde Baru yang sengit dilakukan di kalangan aktifis mahasiswa dalam dekade 90-an. Di mana sebagian besar gerakan-gerakan mahasiswa yang terjadi kala itu, penulis ikut terlibat di dalamnya. Tentunya, pendekatan analisis dalam artikel ini lebih mengacu pada gerakan mahasiswa pro-demokrasi jauh sebelum maraknya gerakan mahasiswa dalam satu tahun terakhir ini, yang akhirnya mengantarkan pada pengunduran diri Presiden Soeharto.
Pemihakan terhadap ideologi tertentu dalam gerakan mahasiswa memang tak bisa dihindari. Pasalnya, pada diri mahasiswa terdapat sifat-sifat intelektualitas dalam berpikir dan bertanya segala sesuatunya secara kritis dan merdeka serta berani menyatakan kebenaran apa adanya. Maka, diskursus-diskursus kritis seputar konstelasi politik yang tengah terjadi kerap dilakukan sebagai sajian wajib yang mesti disuguhkan serta dianggap sebagai tradisi yang melekat pada kehidupan gerakan mahasiswa.
Pada mahasiswa kita mendapatkan potensi-potensi yang dapat dikualifikasikan sebagai modernizing agents. Praduga bahwa dalam kalangan mahasiswa kita semata-mata menemukan transforman sosial berupa label-label penuh amarah, sebenarnya harus diimbangi pula oleh kenyataan bahwa dalam gerakan mahasiswa inilah terdapat pahlawan-pahlawan damai yang dalam kegiatan pengabdiannya terutama (kalau tidak melulu) didorong oleh aspirasi-aspirasi murni dan semangat yang ikhlas. Kelompok ini bukan saja haus edukasi, akan tetapi berhasrat sekali untuk meneruskan dan menerapkan segera hasil edukasinya itu, sehingga pada gilirannya mereka itu sendiri berfungsi sebagai edukator-edukator dengan cara-caranya yang khas".
Masa selama studi di kampus merupakan sarana penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap, dan persepsi mereka dalam merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kemandegan suatu ideologi dalam memecahkan masalah yang terjadi merangsang mahasiswa untuk mencari alternatif ideologi lain yang secara empiris dianggap berhasil. Maka tak jarang, kajian-kajian kritis yang kerap dilakukan lewat pengujian terhadap pendekatan ideologi atau metodologis tertentu yang diminati. Tatkala, mereka menemukan kebijakan publik yang dilansir penguasa tidak sepenuhnya akomodatif dengan keinginan rakyat kebanyakan, bagi mahasiswa yang committed dengan mata hatinya, mereka akan merasa "terpanggil" sehingga terangsang untuk bergerak.
Dalam kehidupan gerakan mahasiswa terdapat adagium patriotik yang bakal membius semangat juang lebih radikal. Semisal, ungkapan "menentang ketidakadilan dan mengoreksi kepemimpinan yang terbukti korup dan gagal" lebih mengena dalam menggugah semangat juang agar lebih militan dan radikal. Mereka sedikit pun takkan ragu dalam melaksanakan perjuangan melawan kekuatan tersebut. Pelbagai senjata ada di tangan mahasiswa dan bisa digunakan untuk mendukung dalam melawan kekuasaan yang ada agar perjuangan maupun pandangan-pandangan mereka dapat diterima. Senjata-senjata itu, antara lain seperti; petisi, unjuk rasa, boikot atau pemogokan, hingga mogok makan. Dalam konteks perjuangan memakai senjata-senjata yang demikian itu, perjuangan gerakan mahasiswa --- jika dibandingkan dengan intelektual profesional ---- lebih punya keahlian dan efektif.
Kedekatannya dengan rakyat terutama diperoleh lewat dukungan terhadap tuntutan maupun selebaran-selebaran yang disebarluaskan dianggap murni pro-rakyat tanpa adanya kepentingan-kepentingan lain meniringinya. Adanya kedekatan dengan rakyat dan juga kekauatan massif mereka menyebabkan gerakan mahasiswa bisa bergerak cepat berkat adanya jaringan komunikasi antar mereka yang aktif ( ingat teori snow bowling)..
Oleh karena itu, sejarah telah mencatat peranan yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan politik pada suatu negara. Secara empirik kekuatan mereka terbukti dalam serangkaian peristiwa penggulingan, antara lain seperti : Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno di Indonesia tahun 1966, Ayub Khan di Paksitan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipinan tahun 1985, dan Soeharto di Indonesia tahun 1998. Akan tetapi, walaupun sebagian besar peristiwa pengulingan kekuasaan itu bukan menjadi monopoli gerakan mahasiswa sampai akhirnya tercipta gerakan revolusioner. Namun, gerakan mahasiswa lewat aksi-aksi mereka yang bersifat massif politis telah terbukti menjadi katalisator yang sangat penting bagi penciptaan gerakan rakyat dalam menentang kekuasaan tirani.
Diskurkus tentang mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi pokok bahasan dalam berbagai kesempatan pada hampir sepanjang tahun. Begitu banyaknya forum-forum diskusi yang diadakan, telah menghasilkan pula pelbagai tulisan, makalah, maupun buku-buku yang diterbitkan tentang hakikat, peranan, dan kepentingan gerakan mahasiswa dalam pergulatan politik kontemporer di Indonesia. Terutama dalam konteks keperduliannya dalam meresponi masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat.
Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Kehadiran gerakan mahasiswa --- sebagai perpanjangan aspirasi rakyat ---- dalam situasi yang demikian itu memang amat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi atas konflik-konflik yang terjadi vis a vis penguasa. Secara umum, advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan posisi tawar rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang terjadi menjadi lebih signifikan. Dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak mengacu pada panggilan nurani atas keperduliannya yang mendalam terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam kerangka melakukan koreksi atau kontrol atas perilaku-perilaku politik penguasa yang dirasakan telah mengalami distorsi dan jauh dari komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perbaikan bagi kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, peranannya menjadi begitu penting dan berarti tatkala berada di tengah masyarakat. Saking begitu berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa pada kebanyakkan negara di dunia telah mencatat bahwa perubahan sosial (social change) yang terjadi hampir sebagian besar dipicu dan dipelopori oleh adanya gerakan perlawanan mahasiswa.
Alasan utama menempatkan mahasiswa beserta gerakannya secara khusus dalam tulisan singkat ini lantaran kepeloporannya sebagai "pembela rakyat" serta keperduliannya yang tinggi terhadap masalah bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan jujur dan tegas. Walaupun memang tak bisa dipungkiri, faktor pemihakan terhadap ideologi tertentu turut pula mewarnai aktifitas politik mahasiswa yang telah memberikan konstribusinya yang tak kalah besar dari kekuatan politik lainnya. Oleh karenanya, penulis menyadari bahwa deskripsi singkat dalam artikel ini belum seutuhnya menggambarkan korelasi positif antara pemihakan terhadap ideologi tertentu dengan kepeloporan yang dimiliki dalam menengahi konflik yang ada. Mungkin bisa dikatakan artikel ini lebih banyak mengacu pada refleksi diskursus-diskursus politik kekuasaan otoritarian Orde Baru yang sengit dilakukan di kalangan aktifis mahasiswa dalam dekade 90-an. Di mana sebagian besar gerakan-gerakan mahasiswa yang terjadi kala itu, penulis ikut terlibat di dalamnya. Tentunya, pendekatan analisis dalam artikel ini lebih mengacu pada gerakan mahasiswa pro-demokrasi jauh sebelum maraknya gerakan mahasiswa dalam satu tahun terakhir ini, yang akhirnya mengantarkan pada pengunduran diri Presiden Soeharto.
Pemihakan terhadap ideologi tertentu dalam gerakan mahasiswa memang tak bisa dihindari. Pasalnya, pada diri mahasiswa terdapat sifat-sifat intelektualitas dalam berpikir dan bertanya segala sesuatunya secara kritis dan merdeka serta berani menyatakan kebenaran apa adanya. Maka, diskursus-diskursus kritis seputar konstelasi politik yang tengah terjadi kerap dilakukan sebagai sajian wajib yang mesti disuguhkan serta dianggap sebagai tradisi yang melekat pada kehidupan gerakan mahasiswa.
Pada mahasiswa kita mendapatkan potensi-potensi yang dapat dikualifikasikan sebagai modernizing agents. Praduga bahwa dalam kalangan mahasiswa kita semata-mata menemukan transforman sosial berupa label-label penuh amarah, sebenarnya harus diimbangi pula oleh kenyataan bahwa dalam gerakan mahasiswa inilah terdapat pahlawan-pahlawan damai yang dalam kegiatan pengabdiannya terutama (kalau tidak melulu) didorong oleh aspirasi-aspirasi murni dan semangat yang ikhlas. Kelompok ini bukan saja haus edukasi, akan tetapi berhasrat sekali untuk meneruskan dan menerapkan segera hasil edukasinya itu, sehingga pada gilirannya mereka itu sendiri berfungsi sebagai edukator-edukator dengan cara-caranya yang khas".
Masa selama studi di kampus merupakan sarana penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap, dan persepsi mereka dalam merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kemandegan suatu ideologi dalam memecahkan masalah yang terjadi merangsang mahasiswa untuk mencari alternatif ideologi lain yang secara empiris dianggap berhasil. Maka tak jarang, kajian-kajian kritis yang kerap dilakukan lewat pengujian terhadap pendekatan ideologi atau metodologis tertentu yang diminati. Tatkala, mereka menemukan kebijakan publik yang dilansir penguasa tidak sepenuhnya akomodatif dengan keinginan rakyat kebanyakan, bagi mahasiswa yang committed dengan mata hatinya, mereka akan merasa "terpanggil" sehingga terangsang untuk bergerak.
Dalam kehidupan gerakan mahasiswa terdapat adagium patriotik yang bakal membius semangat juang lebih radikal. Semisal, ungkapan "menentang ketidakadilan dan mengoreksi kepemimpinan yang terbukti korup dan gagal" lebih mengena dalam menggugah semangat juang agar lebih militan dan radikal. Mereka sedikit pun takkan ragu dalam melaksanakan perjuangan melawan kekuatan tersebut. Pelbagai senjata ada di tangan mahasiswa dan bisa digunakan untuk mendukung dalam melawan kekuasaan yang ada agar perjuangan maupun pandangan-pandangan mereka dapat diterima. Senjata-senjata itu, antara lain seperti; petisi, unjuk rasa, boikot atau pemogokan, hingga mogok makan. Dalam konteks perjuangan memakai senjata-senjata yang demikian itu, perjuangan gerakan mahasiswa --- jika dibandingkan dengan intelektual profesional ---- lebih punya keahlian dan efektif.
Kedekatannya dengan rakyat terutama diperoleh lewat dukungan terhadap tuntutan maupun selebaran-selebaran yang disebarluaskan dianggap murni pro-rakyat tanpa adanya kepentingan-kepentingan lain meniringinya. Adanya kedekatan dengan rakyat dan juga kekauatan massif mereka menyebabkan gerakan mahasiswa bisa bergerak cepat berkat adanya jaringan komunikasi antar mereka yang aktif ( ingat teori snow bowling)..
Oleh karena itu, sejarah telah mencatat peranan yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan politik pada suatu negara. Secara empirik kekuatan mereka terbukti dalam serangkaian peristiwa penggulingan, antara lain seperti : Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno di Indonesia tahun 1966, Ayub Khan di Paksitan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipinan tahun 1985, dan Soeharto di Indonesia tahun 1998. Akan tetapi, walaupun sebagian besar peristiwa pengulingan kekuasaan itu bukan menjadi monopoli gerakan mahasiswa sampai akhirnya tercipta gerakan revolusioner. Namun, gerakan mahasiswa lewat aksi-aksi mereka yang bersifat massif politis telah terbukti menjadi katalisator yang sangat penting bagi penciptaan gerakan rakyat dalam menentang kekuasaan tirani.
Buatlah
suatu makalah yang menjelaskan tentang fragmentasi antara "partai
koalisi" dan "partai oposisi" di DPR saat ini.
JAWABAN Pertanyaan:
Dalam dunia politik, sulit membedakan kawan dan lawan. Kalau ada perkawanan, hanya berlangsung seumur jagung. Saat partai politik membangun koalisi, jamak kandas akibat kepentingan pragmatis. Atau, aliansi mudah terbentuk tanpa memperhitungkan misi, apalagi ideologi.
Inilah dinamika politik yang kerap diwarnai fragmentasi peta kepartaian negeri ini. Retaknya Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Politik Pendukung Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sudah diprediksi. Aliansi parpol yang dimotori Partai Demokrat dan Partai Golkar ini rapuh sejak dikrarkan Mei 2010.
Apakah layak “koalisi” dalam Kabinet Presidensial?
Thedy Satriawan, Malang
Jawaban:
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negara dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksanakan kekuasaan eksekutif dan melaksanakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri.
Kabinet presidensial adalah suatu kabinet di mana pertanggungjawaban atas kebijakan pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap jabatan sebagai perdana menteri, sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen/DPR melainkan kepada Presiden. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet presidensial adalah Amerika Serikat dan Indonesia.
Beberapa prinsip pokok yang bersifat universal dalam sistem pemerintahan presidensial, sebagai berikut: 1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif; 2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja; 3. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya, kepala negara adalah sekaligus merupakan kepala pemerintahan; 4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya; 5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya; 6. Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen; 7. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi; 8. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat; dan 9. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen. (Jimly Asshiddiqie, 2007).
Jadi dalam sistem presidensial, Presiden tidak bisa membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebaliknya DPR tidak bisa menjatuhkan Presiden, kecuali Presiden yang “menjatuhkan” dirinya sendiri dengan melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Hubungan antara Presiden dan DPR tidak didesain dalam pola koalisi atau oposisi, melainkan lebih dalam pelaksanaan checks and balances. Dalam hal legislasi, DPR tidak boleh menerima atau menolak RUU secara apriori yang diajukan pemerintah. Dalam fungsi anggaran DPR tidak dibenarkan menerima atau menolak secara arbitrer rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) yang diajukan Presiden. Dan, dalam bidang pengawasan DPR tidak boleh secara apriori menutup mata terhadap apa yang dilakukan Presiden/ pemerintah. Meskipun Presiden tersebut berasal dari partai politik yang sama. Kriterium penerimaan atau penolakan DPR hanyalah satu: berpihak kepada kepentingan rakyat ataukah tidak.
Di sini tidak ada kriterium koalisi atau oposisi. Meskipun berasal dari partai yang berkoalisi, anggota DPR tetap bertugas mengawasi Presiden yang didukung koalisi. Pasalnya, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Sebab siapa pun dia, begitu mereka memegang kekuasaan maka yang berlaku adalah hukum kekuasaan: cenderung untuk korup. Karena itu harus diawasi. Dalam konteks dan perspektif ini maka dalam sistem UUD 1945 koalisi partai-partai politik hanya bisa dilakukan di dalam satu lembaga negara, tidak bisa lintas lembaga negara. (Hajriyanto Y Thohari, 2010).
Pada pemerintahan SBY periode 2009-2014, membentuk aliansi dengan bergabungnya 24 parpol. Namun hanya enam parpol yang menempatkan wakilnya di DPR, yakni Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Golkar dengan 423 kursi. Aliansi ini dilembagakan sebagai Setgab.
Dalam teori politik, terdapat the ruling party (partai berkuasa) dan the oposition party (partai oposisi). Saat ini, ada “partai” yang masuk kabinet/ pemerintah; secara teori, dia adalah partai koalisi, tetapi di DPR dia menjadi partai oposisi.
Terdapat tiga masalah fundamental terkait ide koalisi atau oposisi di Indonesia (Sunny Tanuwijaya, 2010) yang harus diklarifikasi dan diselesaikan sebelum koalisi politik di Indonesia dapat stabil pada masa mendatang. Pertama, tidak jelasnya arti partai koalisi dan partai oposisi dalam politik Indonesia. Kedua, dasar bagi koalisi pendukung pemerintah lebih banyak terkait kepentingan politik ketimbang persamaan visi dan kebijakan. Ketiga, mekanisme sanksi terhadap partai koalisi yang “membelot” tidak jelas.......!
Dalam dunia politik, sulit membedakan kawan dan lawan. Kalau ada perkawanan, hanya berlangsung seumur jagung. Saat partai politik membangun koalisi, jamak kandas akibat kepentingan pragmatis. Atau, aliansi mudah terbentuk tanpa memperhitungkan misi, apalagi ideologi.
Inilah dinamika politik yang kerap diwarnai fragmentasi peta kepartaian negeri ini. Retaknya Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Politik Pendukung Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sudah diprediksi. Aliansi parpol yang dimotori Partai Demokrat dan Partai Golkar ini rapuh sejak dikrarkan Mei 2010.
Apakah layak “koalisi” dalam Kabinet Presidensial?
Thedy Satriawan, Malang
Jawaban:
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negara dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksanakan kekuasaan eksekutif dan melaksanakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri.
Kabinet presidensial adalah suatu kabinet di mana pertanggungjawaban atas kebijakan pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap jabatan sebagai perdana menteri, sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen/DPR melainkan kepada Presiden. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet presidensial adalah Amerika Serikat dan Indonesia.
Beberapa prinsip pokok yang bersifat universal dalam sistem pemerintahan presidensial, sebagai berikut: 1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif; 2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja; 3. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya, kepala negara adalah sekaligus merupakan kepala pemerintahan; 4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya; 5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya; 6. Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen; 7. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi; 8. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat; dan 9. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen. (Jimly Asshiddiqie, 2007).
Jadi dalam sistem presidensial, Presiden tidak bisa membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebaliknya DPR tidak bisa menjatuhkan Presiden, kecuali Presiden yang “menjatuhkan” dirinya sendiri dengan melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Hubungan antara Presiden dan DPR tidak didesain dalam pola koalisi atau oposisi, melainkan lebih dalam pelaksanaan checks and balances. Dalam hal legislasi, DPR tidak boleh menerima atau menolak RUU secara apriori yang diajukan pemerintah. Dalam fungsi anggaran DPR tidak dibenarkan menerima atau menolak secara arbitrer rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) yang diajukan Presiden. Dan, dalam bidang pengawasan DPR tidak boleh secara apriori menutup mata terhadap apa yang dilakukan Presiden/ pemerintah. Meskipun Presiden tersebut berasal dari partai politik yang sama. Kriterium penerimaan atau penolakan DPR hanyalah satu: berpihak kepada kepentingan rakyat ataukah tidak.
Di sini tidak ada kriterium koalisi atau oposisi. Meskipun berasal dari partai yang berkoalisi, anggota DPR tetap bertugas mengawasi Presiden yang didukung koalisi. Pasalnya, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Sebab siapa pun dia, begitu mereka memegang kekuasaan maka yang berlaku adalah hukum kekuasaan: cenderung untuk korup. Karena itu harus diawasi. Dalam konteks dan perspektif ini maka dalam sistem UUD 1945 koalisi partai-partai politik hanya bisa dilakukan di dalam satu lembaga negara, tidak bisa lintas lembaga negara. (Hajriyanto Y Thohari, 2010).
Pada pemerintahan SBY periode 2009-2014, membentuk aliansi dengan bergabungnya 24 parpol. Namun hanya enam parpol yang menempatkan wakilnya di DPR, yakni Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Golkar dengan 423 kursi. Aliansi ini dilembagakan sebagai Setgab.
Dalam teori politik, terdapat the ruling party (partai berkuasa) dan the oposition party (partai oposisi). Saat ini, ada “partai” yang masuk kabinet/ pemerintah; secara teori, dia adalah partai koalisi, tetapi di DPR dia menjadi partai oposisi.
Terdapat tiga masalah fundamental terkait ide koalisi atau oposisi di Indonesia (Sunny Tanuwijaya, 2010) yang harus diklarifikasi dan diselesaikan sebelum koalisi politik di Indonesia dapat stabil pada masa mendatang. Pertama, tidak jelasnya arti partai koalisi dan partai oposisi dalam politik Indonesia. Kedua, dasar bagi koalisi pendukung pemerintah lebih banyak terkait kepentingan politik ketimbang persamaan visi dan kebijakan. Ketiga, mekanisme sanksi terhadap partai koalisi yang “membelot” tidak jelas.......!
KEKUATAN PARPOL PADA
PEMILU 2009
Ikrar Nusa Bhakti
Herbert Feith bisa disebut sebagai ”Bapak Studi Politik Indonesia Modern”.
Buku klasiknya, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, menelurkan banyak konsep, dari tipe kepemimpinan administrator dan solidarity maker, ”politik aliran,” pembagian ideologi parpol pada 1950-an, sampai ”demokrasi konstitusional” (berbasis konstitusi dan konstitusionalisme). Feith juga mewariskan model kajian pemilu, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia.
Tipologi parpol
Feith membagi tipologi parpol di Indonesia atas dasar ideologi politik. Paling kiri dianut Partai Komunis Indonesia), agak ke tengah (komunis nasionalis) Partai Murba, ke kanan (sosial demokrat) Partai Sosialis Indonesia (PSI), di tengah ada nasionalisme kerakyatan Partai Nasional Indonesia (PNI), agak ke kanan ada partai-partai Islam modern (Masyumi dan Persis), tradisional (NU), dan yang bertipe solidarity maker bercampur traders (PSII).
Ada juga partai-partai nasionalis kecil, seperti PIR (Partai Persatuan Indonesia Raya), Parindra (Partai Indonesia Raya), PNI-Merdeka, SKI (Sarekat Kerakyatan Indonesia), Partai Buruh dan lainnya. Dua partai beraliran Kristen, Parkindo dan Partai Katholik, tidak dikategorikan partai agama, karena Kristianitas dan nasionalisme berbaur hanya untuk menunjukkan eksistensi kaum minoritas.
Dari peta dukungan politik, juga tampil gambaran yang jelas. PNI didukung priayi Jawa dan Bali. Masyumi didukung individu dan organisasi Islam (Muhammadiyah, NU, Persis), entrepreneurs, politisi berpendidikan tradisional Islam dan Barat, berbasis di pedesaan dan perkotaan Jawa, Sumbar, sebagian Kalimantan.
Basis NU setelah keluar dari Masyumi adalah Islam tradisional sinkretis, khususnya di Jawa, Kalimantan, Sulsel. Partai Murba didukung para mantan gerilya, buruh kerah putih tingkat rendah yang tidak terakomodasi politik mereka di PNI, PKI, atau PSI. PKI basisnya petani dan buruh di Sumatera dan Jawa. PSI adalah kumpulan sosial demokrat berpendidikan Barat karena itu faham sosialisme bercampur liberalisme dan kapitalisme Barat. PSII berbasis pedagang di Jawa dan Sumatera yang ingin eksis menandingi pedagang China.
Peta kekuatan politik 2009
Meski zaman telah berganti, dengan modifikasi dan minus komunisme, tipologi parpol Herb Feith tampaknya masih sahih. Indonesia belum beranjak dari sistem multipartai yang mencontoh Belanda atau Eropa Kontinental 1940-an. Rencana sistem partai tunggal era Soekarno, atau tiga partai di era Soeharto—PDI-Golkar-PPP—semua gagal.
Menjelang Pemilu 2009, tipologi partai mirip 1950-an. Misalnya, Sosialis kiri (Partai Buruh); sosial demokrat dianut Partai Persatuan Indonesia Baru (PPIB); nasionalis kerakyatan (PDI-P, PDP, PNI Massa Marhaen, PNBKI); nasionalis borjuis (Golkar, Hanura, Gerindra, Partai Demokrat, Partai Barnas); Islam modernis (PAN, PMB, PKS, PBB dan separuh PPP); Islam dan Sosialis (PBR); Islam tradisionalis (PKB, PNU; separuh PPP plus partai beraliran NU); partai-partai kecil beraliran campuran, sosialisme dan nasionalisme.
Dari sisi kepemimpinan, ada yang menerapkan gaya demokratik egalitarian, aristokrasi Jawa (ada Dewan Pembina); saudagar besar atau eceran (partai ibarat perusahaan); fasis militeristik (gaya komando); tradisional/modern agamis, atau asas kekeluargaan. Namun, hampir semua tokoh parpol bertipe kepemimpinan solidarity maker, ketimbang administrator.
Dari sisi platform ekonomi, ada yang berbasis ekonomi pasar, ekonomi kerakyatan, atau ekonomi syariah. Hampir semua partai nasionalis—PDI-P, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerinda, Partai Hanura, Partai Barnas—mengampanyekan ekonomi kerakyatan. Namun, partai mana yang menerapkan ekonomi kerakyatan dan kapitalistik, neoliberal dan tunduk pada ekonomi pasar, rakyatlah yang menilai. Tak ada satu partai Islam berani mengembangkan ekonomi syariah. Keuangan dan perbankan syariah yang kini berkembang tak beda jauh dengan perbankan umum. Anehnya, justru lembaga keuangan umum (asing dan nasional) lebih sukses menerapkan ekonomi syariah.
Dari platform bangunan masyarakat sipil Indonesia, semua parpol mendukung pluralisme dan multikulturalisme. Jika pun ada yang coba menerapkan homogenisme atau eksklusivisme agama, tidak akan laku pada tataran elite atau massa. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mendukung negara kebangsaan dan multikulturalisme.
Pengelolaan partai
Dari peta basis massa, partai berbasis nasionalis kerakyatan dan borjuis akan bertarung di antara sesamanya, juga yang berbasis Islam tradisionalis/modern. Untuk merambah massa berideologi berbeda, beberapa partai Islam dan nasionalis mencoba mengubah citra diri. PDI-P membentuk Baitul Muslimin untuk merebut simpati generasi muda Islam. PAN kian bergeser ke arah nasionalis. PBR mengawinkan Islam dan sosialisme. Hanya PBB yang secara ”jantan” mengampanyekan Syariat Islam. Semua pergeseran itu akan membawa konsekuensi politik para pendukung tradisionalnya.
Pemilu legislatif pada 9 April 2009 menjadi medan pertarungan demokratik yang menentukan, partai mana akan secara permanen terhapus dari peta politik Indonesia dan mana yang berjaya. Hanya partai-partai yang dikelola secara serius akan kian berjaya pada Pemilu 2009
Ikrar Nusa Bhakti
Herbert Feith bisa disebut sebagai ”Bapak Studi Politik Indonesia Modern”.
Buku klasiknya, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, menelurkan banyak konsep, dari tipe kepemimpinan administrator dan solidarity maker, ”politik aliran,” pembagian ideologi parpol pada 1950-an, sampai ”demokrasi konstitusional” (berbasis konstitusi dan konstitusionalisme). Feith juga mewariskan model kajian pemilu, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia.
Tipologi parpol
Feith membagi tipologi parpol di Indonesia atas dasar ideologi politik. Paling kiri dianut Partai Komunis Indonesia), agak ke tengah (komunis nasionalis) Partai Murba, ke kanan (sosial demokrat) Partai Sosialis Indonesia (PSI), di tengah ada nasionalisme kerakyatan Partai Nasional Indonesia (PNI), agak ke kanan ada partai-partai Islam modern (Masyumi dan Persis), tradisional (NU), dan yang bertipe solidarity maker bercampur traders (PSII).
Ada juga partai-partai nasionalis kecil, seperti PIR (Partai Persatuan Indonesia Raya), Parindra (Partai Indonesia Raya), PNI-Merdeka, SKI (Sarekat Kerakyatan Indonesia), Partai Buruh dan lainnya. Dua partai beraliran Kristen, Parkindo dan Partai Katholik, tidak dikategorikan partai agama, karena Kristianitas dan nasionalisme berbaur hanya untuk menunjukkan eksistensi kaum minoritas.
Dari peta dukungan politik, juga tampil gambaran yang jelas. PNI didukung priayi Jawa dan Bali. Masyumi didukung individu dan organisasi Islam (Muhammadiyah, NU, Persis), entrepreneurs, politisi berpendidikan tradisional Islam dan Barat, berbasis di pedesaan dan perkotaan Jawa, Sumbar, sebagian Kalimantan.
Basis NU setelah keluar dari Masyumi adalah Islam tradisional sinkretis, khususnya di Jawa, Kalimantan, Sulsel. Partai Murba didukung para mantan gerilya, buruh kerah putih tingkat rendah yang tidak terakomodasi politik mereka di PNI, PKI, atau PSI. PKI basisnya petani dan buruh di Sumatera dan Jawa. PSI adalah kumpulan sosial demokrat berpendidikan Barat karena itu faham sosialisme bercampur liberalisme dan kapitalisme Barat. PSII berbasis pedagang di Jawa dan Sumatera yang ingin eksis menandingi pedagang China.
Peta kekuatan politik 2009
Meski zaman telah berganti, dengan modifikasi dan minus komunisme, tipologi parpol Herb Feith tampaknya masih sahih. Indonesia belum beranjak dari sistem multipartai yang mencontoh Belanda atau Eropa Kontinental 1940-an. Rencana sistem partai tunggal era Soekarno, atau tiga partai di era Soeharto—PDI-Golkar-PPP—semua gagal.
Menjelang Pemilu 2009, tipologi partai mirip 1950-an. Misalnya, Sosialis kiri (Partai Buruh); sosial demokrat dianut Partai Persatuan Indonesia Baru (PPIB); nasionalis kerakyatan (PDI-P, PDP, PNI Massa Marhaen, PNBKI); nasionalis borjuis (Golkar, Hanura, Gerindra, Partai Demokrat, Partai Barnas); Islam modernis (PAN, PMB, PKS, PBB dan separuh PPP); Islam dan Sosialis (PBR); Islam tradisionalis (PKB, PNU; separuh PPP plus partai beraliran NU); partai-partai kecil beraliran campuran, sosialisme dan nasionalisme.
Dari sisi kepemimpinan, ada yang menerapkan gaya demokratik egalitarian, aristokrasi Jawa (ada Dewan Pembina); saudagar besar atau eceran (partai ibarat perusahaan); fasis militeristik (gaya komando); tradisional/modern agamis, atau asas kekeluargaan. Namun, hampir semua tokoh parpol bertipe kepemimpinan solidarity maker, ketimbang administrator.
Dari sisi platform ekonomi, ada yang berbasis ekonomi pasar, ekonomi kerakyatan, atau ekonomi syariah. Hampir semua partai nasionalis—PDI-P, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerinda, Partai Hanura, Partai Barnas—mengampanyekan ekonomi kerakyatan. Namun, partai mana yang menerapkan ekonomi kerakyatan dan kapitalistik, neoliberal dan tunduk pada ekonomi pasar, rakyatlah yang menilai. Tak ada satu partai Islam berani mengembangkan ekonomi syariah. Keuangan dan perbankan syariah yang kini berkembang tak beda jauh dengan perbankan umum. Anehnya, justru lembaga keuangan umum (asing dan nasional) lebih sukses menerapkan ekonomi syariah.
Dari platform bangunan masyarakat sipil Indonesia, semua parpol mendukung pluralisme dan multikulturalisme. Jika pun ada yang coba menerapkan homogenisme atau eksklusivisme agama, tidak akan laku pada tataran elite atau massa. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mendukung negara kebangsaan dan multikulturalisme.
Pengelolaan partai
Dari peta basis massa, partai berbasis nasionalis kerakyatan dan borjuis akan bertarung di antara sesamanya, juga yang berbasis Islam tradisionalis/modern. Untuk merambah massa berideologi berbeda, beberapa partai Islam dan nasionalis mencoba mengubah citra diri. PDI-P membentuk Baitul Muslimin untuk merebut simpati generasi muda Islam. PAN kian bergeser ke arah nasionalis. PBR mengawinkan Islam dan sosialisme. Hanya PBB yang secara ”jantan” mengampanyekan Syariat Islam. Semua pergeseran itu akan membawa konsekuensi politik para pendukung tradisionalnya.
Pemilu legislatif pada 9 April 2009 menjadi medan pertarungan demokratik yang menentukan, partai mana akan secara permanen terhapus dari peta politik Indonesia dan mana yang berjaya. Hanya partai-partai yang dikelola secara serius akan kian berjaya pada Pemilu 2009
PARTAI POLITIK
Latar belakang.
Ada
tiga teori yang mencoba menjelaskan asal-usul partai politik. Pertama, teori
kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai
politik. Kedua, teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik
sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan
dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat
partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi.
Definisi Partai Politik Carl
Friedrich: Kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan tujuan
untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin
partainya, dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan materiil dan
idiil kepada para anggotanya.
Roger F. Soltau: Kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.
Joseph Lapalombara dan Myron Weiner: Organisasi politik yang mempunyai kegiatan yang berkesinambungan, terbuka dan permanen tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga di tingkat lokal, memiliki kehendak kuat untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan untuk membuat keputusan politik secara sendiri maupun berkoalisi dengan partai lain dan melakukan kegiatan mencari dukungan dari para pemilih melalui pemilihan umum atau cara-cara lain untuk mendapat dukungan umum.
Sigmund Neumann: Organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Berdasarkan pendapat para ilmuwan di atas, kita dapat melihat beberapa ciri partai politik, yaitu
• berakar dalam masyarakat lokal
• melakukan kegiatan secara terus-menerus
• berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan
• ikut serta dalam pemilihan umum
Akan tetapi, para ilmuwan tersebut mengabaikan faktor ideologi sebagai salah satu ciri penting partai politik. Padahal, apapun definisi yang diberikan atas ideologi, setiap partai politik mesti memiliki ideologi yang berfungsi tidak hanya sebagai identitas pemersatu, tetapi juga sebagai tujuan perjuangan partai. Maka, perlu ditambahkan salah satu ciri partai politik, yakni memiliki ideologi.
Berdasarkan uraian di atas pula kita dapat menyimpulkan bahwa partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi oleh ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.
Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Namun, di samping itu, ada beberapa fungsi partai politik yang lain, yaitu
• Sosialisai Politik
• Rekrutmen Politik
• Partisipasi Politik
• Pemadu Kepentingan
• Komunikasi Politik
• Pengendalian Konflik
• Kontrol Politik
A. TIPOLOGI PARTAI POLITIK
Tipologi partai politik adalah pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi, komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan.
F Berdasarkan asas dan orientasi, partai politik diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tipe.
Pragmatis: Suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak terikat kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu. Artinya, perubahan waktu, situasi, dan kepemimpinan bisa mengubah program, kegiatan, dan penampilan partai politik tersebut.Biasanya dalam sistem dua partai yang berkompetisi secara relatif stabil. Misalnya Partai Demokrat dan Partai Republik di AS
Doktriner: Suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan kongkret sebagai penjabaran ideologi. Partai Komunis
Kepentingan: Suatu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan. Partai Hijau di Jerman, Partai Buruh di Australia, Partai Petani di Swiss
F Berdasarkan Komposisi dan Fungsi Anggota, partai politik dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu Partai Massa atau lindungan (patronage) dan Partai Kader.
Partai Massa: Partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung bagi berbagai kelompok dalam masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah dimenangkan dan masyarakat juga dapat dimobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan tertentu. Contohnya, Partai Barisan Nasional di Malaysia
Partai Kader: Suatu partai yang mengandalkan kualitas anggota, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotannya biasanya sangat ketat, yaitu melalui kaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta penegakan disiplin partai yang konsisten tanpa pandang bulu.
F Berdasarkan Basis Sosial, Gabriel Almond menggolongkan partai politik ke dalam 4 (empat) tipe, yaitu
1. partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah, dan bawah;
2. partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, dan pengusaha;
3. partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan lain-lain;
4. partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa, dan daerah tertentu
Sedangkan berdasarkan Tujuannya, partai politik dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.
Partai Perwakilan Kepentingan: Partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen, seperti Barisan Nasional di Malaysia.
Partai Pembinaan Bangsa: Partai yang bertujuan menciptakan kesatuan nasional, dan biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit, seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura.
Partai Mobilisasi: Partai yang berupaya memobilisasi masyarakat ke arah pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan. Partai ini cenderung monopolistis karena hanya ada satu partai dalam masyarakat. Contohnya Partai Komunis di seluruh negara komunis.
B. SISTEM KEPARTAIAN
Sistem kepartaian ialah pola perilaku dan interaksi di antara sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik.
Maurice Duverger menggolongkan sistem kepartaian menjadi 3 (tiga), yaitu sistem partai tunggal, sistem dwipartai, dan sistem multipartai. Sejumlah catatan perlu dikemukakan terhadap pendapat Duverger itu.
1. Istilah sistem dalam kalimat “sistem partai tunggal” merupakan contradictio in termenis, karena dalam setiap sistem terdiri atas lebih dari satu bagian. Dalam hal ini berarti lebih dari satu partai. Oleh karena itu, mestinya bukan “sistem partai tunggal” melainkan “bentuk partai tunggal”.
2. Tidak membedakan secara tegas antara bentuk partai tunggal totaliter (komunis ataupun fasis) dengan bentuk partai tunggal otoriter dan bentuk partai tunggal dominan.
3. Terdapat sejumlah negara di dunia yang tidak memiliki partai politik, seperti negara-negara yang menerapkan sistem politik Otokrasi Tradisional (Brunei, Arab Saudi).
4. Penggolongan sistem kepartaian tersebut semata-mata berdasarkan jumlah partai saja, sehingga kurang tajam dalam menjelaskan gejala ketidakstabilan.
Secara lebih komprehensif sistem kepartaian dapat dilihat berdasarkan 2 (dua) golongan besar, yakni sistem kepartaian berdasarkan Jumlah Partai dan Jarak Ideologi.
JUMLAH PARTAI
Sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai dapat digolongkan ke dalam sistem partai tunggal (totaliter, otoriter dan dominan), sistem dua partai dominan dan bersaing dan sistem multipartai.
1. Tunggal:
1). Totaliter Terdapat satu partai yang tak hanya memegang kendali atas militer dan pemerintahan, tetapi juga menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai yang ada di negara-negara komunis dan fasis.
2). Otoriter Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai tetapi terdapat satu partai besar yang digunakan oleh penguasa sebagai alat memobilisasi masyarakat dan mengesahkan kekuasaannya, sedangkan partai-partai lain kurang menampilkan diri karena ruang gerak dibatasi penguasa. Partai Uni Nasional Afrika Tanzania (UNAT), Golkar di masa Orba, Partai Aksi Rakyat Singapura.
3). Dominan Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai, namun satu partai saja yang dominan (secara terus-menerus berhasil mendapatkan dukungan untuk berkuasa), sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi partai yang dominan walaupun terdapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan melalui pemilu yang demokratis. Partai Liberal Demokrat di Jepang.
2. Dwipartai bersaing: Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat dua partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kewenangan memerintah melalui pemilihan umum. Partai yang memenangkan pemilu menjadi partai yang memerintah, sedangkan yang kalah berperan sebagai kekuatan oposisi yang loyal. Amerika (Partai Republik dan Partai Demokrat), Australia (Partai Liberal dan Partai Buruh).
3. Multipartai: Sistem kepartaian yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan. Karena banyak partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilu, maka yang sering terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang secara bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen. Untuk mencapai konsensus di antara partai-partai yang berkoalisi itu memerlukan “praktek dagang sapi”, yaitu tawar-menawar dalam hal program dan kedudukan menteri. Belanda, Prancis, Jerman, Italia, Indonesia.
JARAK IDEOLOGI
Ilmuwan politik Italia, Giovanni Sartori, punya pendapat lain tentang sistem kepartaian ini. Menurut dia, penggolongan sistem kepartaian bukan masalah jumlah partai, melainkan jarak ideologi di antara partai-partai yang ada. Kongkretnya, penggolongan sistem kepartaian didasarkan atas jumlah kutub (polar), jarak di antara kutub-kutub itu (polaritas), dan arah perilaku politiknya.
Oleh karena itu, Sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi 3 (tiga), yaitu pluralisme sederhana, pluralisme moderat, dan pluralisme ekstrim.
Sistem Partai Kutub Polaritas Arah
Pluralisme Sederhana Bipolar Tidak ada Sentripetal
Pluralisme Moderat Bipolar Kecil Sentripetal
Pluralisme Ekstrim Multipolar Besar Sentrifugal
Yang dimaksud dengan bipolar adalah kegiatan aktual suatu sistem partai yang bertumpu pada dua kutub, meskipun jumlah partai lebih dari dua karena sistem kepartaian ini tidak memiliki perbedaan ideologi yang tajam.
Multipolar berarti sistem partai yang bertumpu pada lebih dari dua kutub yang biasanya terdiri atas lebih dari dua partai dan di antara kutub-kutub itu terdapat perbedaan ideologi yang tajam.
Polarisasi yang besar merupakan indikator yang menunjukkan ketiadaan konsesnsus dasar mengenai asas dan tujuan masyarakat-negara yang hendak dituju. Akan tetapi, hal ini tidak harus ditafsirkan sebagai perpecahan yang tak terintegrasi karena hal itu mungkin merupakan gejala sementara yang masih dapat diatasi. Dalam hal ini, perlu diperhatikan arah perilaku politik setiap partai apakah;
F Menuju ke pusat atau ke integrasi nasional (sentripetal); ataukah
F Menjauhi pusat atau hendak mengembangkan sistem tersendiri (sentrifugal).
Negara Sistem Partai Kutub Polaritas Arah
AS Pluralisme sederhana Bipolar (dua partai) Tidak ada Sentripetal
Belanda Pluralisme moderat Bipolar (tiga atau empat partai sebagai basis) Kecil Sentripetal
Italia Pluralisme ekstrim Multipolar Besar (jarak ideologi yang berjauhan) Sentrifugal
Labih lanjut menurut Sartori, dalam konteks negara-negara berkembang, dikenal sistem kepartaian lain, yaitu pluralisme ekstrim dan hegemoni. Model yang pertama cenderung menghasilkan ketidakstabilan politik karena masing-masing memiliki ideologi yang bertentangan sehingga tingkat konsensus rendah. Sistem yang kedua terjadi ketika sejumlah partai diizinkan tetapi hanya sebagai partai kelas dua karena mereka tidak diizinkan berkompetisi secara bebas dengan partai hegemoni.
Model hegemoni terbagi 2 (dua), yaitu sistem hegemoni yang bersifat ideologis dan sistem hegemoni yang bersifat pragmatis. Dalam sistem yang bersifat ideologis, partai-partai satelit terwakili dalam pemerintahan tetapi tanpa hak-hak yang penuh, sedangkan dalam sistem yang pragmatis, patai-partai marginal memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Negara-negara berkembang biasanya mulai dengan sistem kepartaian pluralisme ekstrim, kemudian beralih pada sistem kepartaian yang hegemoni. Ingat kasus Indonesia tempo doeloe. Pada zaman Soekarno, sistem kepartaian kita pluralisme ekstrim; ada komunis (PKI), sosialis (PSI), nasionalis (PNI), religius (Masyumi). Antara PKI dan Masyumi dipisahkan oleh jarak ideologi yang sangat jauh, yang pertama di kiri dan yang terakhir di kanan. Ketika Soeharto berkuasa, dia dan berbagai kekuatan politik di belakangnya—termasuk militer—menyederhanakan sistem kepartaian, di mana Golkar merupakan partai hegemoni.
**********
Berdasarkan uraian di atas, klasifikasi sistem kepartaian manakah yang lebih tepat? Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai memiliki daya generalisasi yang lebih luas karena dapat diterapkan pada hampir semua negara. Kelemahannya terletak pada daya eksplanasi yang kurang tajam khususnya dalam menjelaskan gejala ketidakstabilan.
Sebaliknya, sistem kepartaian berdasarkan jarak ideologi di antara partai memiliki daya penjelasan yang lebih tajam, khususnya dalam menjelaskan kestabilan dan ketidakstabilan politik.
Roger F. Soltau: Kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.
Joseph Lapalombara dan Myron Weiner: Organisasi politik yang mempunyai kegiatan yang berkesinambungan, terbuka dan permanen tidak hanya di tingkat pusat, tetapi juga di tingkat lokal, memiliki kehendak kuat untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan untuk membuat keputusan politik secara sendiri maupun berkoalisi dengan partai lain dan melakukan kegiatan mencari dukungan dari para pemilih melalui pemilihan umum atau cara-cara lain untuk mendapat dukungan umum.
Sigmund Neumann: Organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Berdasarkan pendapat para ilmuwan di atas, kita dapat melihat beberapa ciri partai politik, yaitu
• berakar dalam masyarakat lokal
• melakukan kegiatan secara terus-menerus
• berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan
• ikut serta dalam pemilihan umum
Akan tetapi, para ilmuwan tersebut mengabaikan faktor ideologi sebagai salah satu ciri penting partai politik. Padahal, apapun definisi yang diberikan atas ideologi, setiap partai politik mesti memiliki ideologi yang berfungsi tidak hanya sebagai identitas pemersatu, tetapi juga sebagai tujuan perjuangan partai. Maka, perlu ditambahkan salah satu ciri partai politik, yakni memiliki ideologi.
Berdasarkan uraian di atas pula kita dapat menyimpulkan bahwa partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi oleh ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.
Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Namun, di samping itu, ada beberapa fungsi partai politik yang lain, yaitu
• Sosialisai Politik
• Rekrutmen Politik
• Partisipasi Politik
• Pemadu Kepentingan
• Komunikasi Politik
• Pengendalian Konflik
• Kontrol Politik
A. TIPOLOGI PARTAI POLITIK
Tipologi partai politik adalah pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi, komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan.
F Berdasarkan asas dan orientasi, partai politik diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tipe.
Pragmatis: Suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak terikat kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu. Artinya, perubahan waktu, situasi, dan kepemimpinan bisa mengubah program, kegiatan, dan penampilan partai politik tersebut.Biasanya dalam sistem dua partai yang berkompetisi secara relatif stabil. Misalnya Partai Demokrat dan Partai Republik di AS
Doktriner: Suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan kongkret sebagai penjabaran ideologi. Partai Komunis
Kepentingan: Suatu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan. Partai Hijau di Jerman, Partai Buruh di Australia, Partai Petani di Swiss
F Berdasarkan Komposisi dan Fungsi Anggota, partai politik dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu Partai Massa atau lindungan (patronage) dan Partai Kader.
Partai Massa: Partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung bagi berbagai kelompok dalam masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah dimenangkan dan masyarakat juga dapat dimobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan tertentu. Contohnya, Partai Barisan Nasional di Malaysia
Partai Kader: Suatu partai yang mengandalkan kualitas anggota, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotannya biasanya sangat ketat, yaitu melalui kaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta penegakan disiplin partai yang konsisten tanpa pandang bulu.
F Berdasarkan Basis Sosial, Gabriel Almond menggolongkan partai politik ke dalam 4 (empat) tipe, yaitu
1. partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah, dan bawah;
2. partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, dan pengusaha;
3. partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan lain-lain;
4. partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa, dan daerah tertentu
Sedangkan berdasarkan Tujuannya, partai politik dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut.
Partai Perwakilan Kepentingan: Partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen, seperti Barisan Nasional di Malaysia.
Partai Pembinaan Bangsa: Partai yang bertujuan menciptakan kesatuan nasional, dan biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit, seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura.
Partai Mobilisasi: Partai yang berupaya memobilisasi masyarakat ke arah pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan. Partai ini cenderung monopolistis karena hanya ada satu partai dalam masyarakat. Contohnya Partai Komunis di seluruh negara komunis.
B. SISTEM KEPARTAIAN
Sistem kepartaian ialah pola perilaku dan interaksi di antara sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik.
Maurice Duverger menggolongkan sistem kepartaian menjadi 3 (tiga), yaitu sistem partai tunggal, sistem dwipartai, dan sistem multipartai. Sejumlah catatan perlu dikemukakan terhadap pendapat Duverger itu.
1. Istilah sistem dalam kalimat “sistem partai tunggal” merupakan contradictio in termenis, karena dalam setiap sistem terdiri atas lebih dari satu bagian. Dalam hal ini berarti lebih dari satu partai. Oleh karena itu, mestinya bukan “sistem partai tunggal” melainkan “bentuk partai tunggal”.
2. Tidak membedakan secara tegas antara bentuk partai tunggal totaliter (komunis ataupun fasis) dengan bentuk partai tunggal otoriter dan bentuk partai tunggal dominan.
3. Terdapat sejumlah negara di dunia yang tidak memiliki partai politik, seperti negara-negara yang menerapkan sistem politik Otokrasi Tradisional (Brunei, Arab Saudi).
4. Penggolongan sistem kepartaian tersebut semata-mata berdasarkan jumlah partai saja, sehingga kurang tajam dalam menjelaskan gejala ketidakstabilan.
Secara lebih komprehensif sistem kepartaian dapat dilihat berdasarkan 2 (dua) golongan besar, yakni sistem kepartaian berdasarkan Jumlah Partai dan Jarak Ideologi.
JUMLAH PARTAI
Sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai dapat digolongkan ke dalam sistem partai tunggal (totaliter, otoriter dan dominan), sistem dua partai dominan dan bersaing dan sistem multipartai.
1. Tunggal:
1). Totaliter Terdapat satu partai yang tak hanya memegang kendali atas militer dan pemerintahan, tetapi juga menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai yang ada di negara-negara komunis dan fasis.
2). Otoriter Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai tetapi terdapat satu partai besar yang digunakan oleh penguasa sebagai alat memobilisasi masyarakat dan mengesahkan kekuasaannya, sedangkan partai-partai lain kurang menampilkan diri karena ruang gerak dibatasi penguasa. Partai Uni Nasional Afrika Tanzania (UNAT), Golkar di masa Orba, Partai Aksi Rakyat Singapura.
3). Dominan Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai, namun satu partai saja yang dominan (secara terus-menerus berhasil mendapatkan dukungan untuk berkuasa), sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi partai yang dominan walaupun terdapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan melalui pemilu yang demokratis. Partai Liberal Demokrat di Jepang.
2. Dwipartai bersaing: Suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat dua partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kewenangan memerintah melalui pemilihan umum. Partai yang memenangkan pemilu menjadi partai yang memerintah, sedangkan yang kalah berperan sebagai kekuatan oposisi yang loyal. Amerika (Partai Republik dan Partai Demokrat), Australia (Partai Liberal dan Partai Buruh).
3. Multipartai: Sistem kepartaian yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan. Karena banyak partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilu, maka yang sering terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang secara bersama-sama dapat mencapai mayoritas di parlemen. Untuk mencapai konsensus di antara partai-partai yang berkoalisi itu memerlukan “praktek dagang sapi”, yaitu tawar-menawar dalam hal program dan kedudukan menteri. Belanda, Prancis, Jerman, Italia, Indonesia.
JARAK IDEOLOGI
Ilmuwan politik Italia, Giovanni Sartori, punya pendapat lain tentang sistem kepartaian ini. Menurut dia, penggolongan sistem kepartaian bukan masalah jumlah partai, melainkan jarak ideologi di antara partai-partai yang ada. Kongkretnya, penggolongan sistem kepartaian didasarkan atas jumlah kutub (polar), jarak di antara kutub-kutub itu (polaritas), dan arah perilaku politiknya.
Oleh karena itu, Sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi 3 (tiga), yaitu pluralisme sederhana, pluralisme moderat, dan pluralisme ekstrim.
Sistem Partai Kutub Polaritas Arah
Pluralisme Sederhana Bipolar Tidak ada Sentripetal
Pluralisme Moderat Bipolar Kecil Sentripetal
Pluralisme Ekstrim Multipolar Besar Sentrifugal
Yang dimaksud dengan bipolar adalah kegiatan aktual suatu sistem partai yang bertumpu pada dua kutub, meskipun jumlah partai lebih dari dua karena sistem kepartaian ini tidak memiliki perbedaan ideologi yang tajam.
Multipolar berarti sistem partai yang bertumpu pada lebih dari dua kutub yang biasanya terdiri atas lebih dari dua partai dan di antara kutub-kutub itu terdapat perbedaan ideologi yang tajam.
Polarisasi yang besar merupakan indikator yang menunjukkan ketiadaan konsesnsus dasar mengenai asas dan tujuan masyarakat-negara yang hendak dituju. Akan tetapi, hal ini tidak harus ditafsirkan sebagai perpecahan yang tak terintegrasi karena hal itu mungkin merupakan gejala sementara yang masih dapat diatasi. Dalam hal ini, perlu diperhatikan arah perilaku politik setiap partai apakah;
F Menuju ke pusat atau ke integrasi nasional (sentripetal); ataukah
F Menjauhi pusat atau hendak mengembangkan sistem tersendiri (sentrifugal).
Negara Sistem Partai Kutub Polaritas Arah
AS Pluralisme sederhana Bipolar (dua partai) Tidak ada Sentripetal
Belanda Pluralisme moderat Bipolar (tiga atau empat partai sebagai basis) Kecil Sentripetal
Italia Pluralisme ekstrim Multipolar Besar (jarak ideologi yang berjauhan) Sentrifugal
Labih lanjut menurut Sartori, dalam konteks negara-negara berkembang, dikenal sistem kepartaian lain, yaitu pluralisme ekstrim dan hegemoni. Model yang pertama cenderung menghasilkan ketidakstabilan politik karena masing-masing memiliki ideologi yang bertentangan sehingga tingkat konsensus rendah. Sistem yang kedua terjadi ketika sejumlah partai diizinkan tetapi hanya sebagai partai kelas dua karena mereka tidak diizinkan berkompetisi secara bebas dengan partai hegemoni.
Model hegemoni terbagi 2 (dua), yaitu sistem hegemoni yang bersifat ideologis dan sistem hegemoni yang bersifat pragmatis. Dalam sistem yang bersifat ideologis, partai-partai satelit terwakili dalam pemerintahan tetapi tanpa hak-hak yang penuh, sedangkan dalam sistem yang pragmatis, patai-partai marginal memiliki hak penuh untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Negara-negara berkembang biasanya mulai dengan sistem kepartaian pluralisme ekstrim, kemudian beralih pada sistem kepartaian yang hegemoni. Ingat kasus Indonesia tempo doeloe. Pada zaman Soekarno, sistem kepartaian kita pluralisme ekstrim; ada komunis (PKI), sosialis (PSI), nasionalis (PNI), religius (Masyumi). Antara PKI dan Masyumi dipisahkan oleh jarak ideologi yang sangat jauh, yang pertama di kiri dan yang terakhir di kanan. Ketika Soeharto berkuasa, dia dan berbagai kekuatan politik di belakangnya—termasuk militer—menyederhanakan sistem kepartaian, di mana Golkar merupakan partai hegemoni.
**********
Berdasarkan uraian di atas, klasifikasi sistem kepartaian manakah yang lebih tepat? Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai memiliki daya generalisasi yang lebih luas karena dapat diterapkan pada hampir semua negara. Kelemahannya terletak pada daya eksplanasi yang kurang tajam khususnya dalam menjelaskan gejala ketidakstabilan.
Sebaliknya, sistem kepartaian berdasarkan jarak ideologi di antara partai memiliki daya penjelasan yang lebih tajam, khususnya dalam menjelaskan kestabilan dan ketidakstabilan politik.
Selain asas pemerintahan umum yang baik, penyelenggaraan pemerintahan menganut asas kedaerahan. Uraikankanlah asas penyelenggaraan
daerah.
Petunjuk :
1. Tugas diketik dengan menggunakan program Word VERSI 2003 ATAU 2007
2. Menggunakan huruf Time New Roman, 12, spasi 1.5
3. Jumlah halaman tidak lebih dari 3 halaman kertas A4
4. Tulisan disertai dengan Daftar Pustaka atau referensi .
Selamat Mengerjakan
Petunjuk :
1. Tugas diketik dengan menggunakan program Word VERSI 2003 ATAU 2007
2. Menggunakan huruf Time New Roman, 12, spasi 1.5
3. Jumlah halaman tidak lebih dari 3 halaman kertas A4
4. Tulisan disertai dengan Daftar Pustaka atau referensi .
Selamat Mengerjakan
MENJAWAB TUGAS
ABSTRAK
Di erah otnomi daerah (pemerintah
daerah) kewenangan eksekutif tidak lagi hanya merumuskan dan menentukan
arah pembangunan suatu daerah tetapi
eksekutif juga dapat mengatur kebijakannya melalui kewenangan legislative
yang ada padanya. Kewenangan ini merupakan suatu pijakan, pedoman maupun
perlindungan hukum agar setiap langka ataupun rencana yang telah disipkan
tidak lagi dapat diganggu gugatoleh siapapukn juga. Hal ini
dikarenakan, potensi dan keaneka ragaman, peluang dan persaingan
global dengan memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada daerah
disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
pemerintah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat di daerah. Sehingga keinginan untuk memberikan hak otonomi
dalam menjalankan sendiri pemerintahan didaerah, pemerintah pusat melalui
berbagai peraturan perundang- undangan berupaya secara maksimal untuk
lebih memperhatikan lagi daerah-daerah yang ada gunanya menjaga keutuhan
NKRI dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
LATAR BELAKANG
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut
asasdesentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintah dengan
memberikankesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk menyelenggarakanotonomi
daerah. Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Pasal 18 ayat 1 menyebutkan bahwa Negara KesatuanRepublik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsidibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dankotra mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatyur oleh undang-undang.
Era otonomi daerah menjadi parameter terbaru
bagi siap tidaknyadaerah mengurus rumah tangganya sendiri. Eksistensi dan
kebijaksanaantersebut diarahkan agar pemerintah daerah mampu mencobapembangunan
dirinya dalam rangka meningkatkan kesejahteraanmasyarakat. Dalam kaintannya
dengan itu, maka otonomi daerah bisadipahami sebagai pemberian kepercayaan yang
strategis kepada organisasipemerintah daerah. Maka, konsep otonomi harus mampu
mengalahkanprakarsa, inovasi reorganisasi dalam menggerakkan semangat
rakyatnyauntuk membangun daerahnya.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 Pasal18 (sebelum mengalami perubahan) memang tidak mengatur secara
detailsegala aspek menyangkut pemerintahan daerah, akan tetapi hanyamengatur
pokok-pokoknya saja. Oleh karena itu,
the founding father
telahmemformulasikan adanya
pembagian organisasi Negara Indonesia kedalambangsa Indonesia
memiliki berbagai keberagaman yang tidak bisa dikeloladengan menerapkan paham
sentralistik. Namun diperlukan kearifan localdan tindakan local yang memiliki
oleh masing-masing pemerintah daerahdan masyarakat yang disesuaikan dengan
etika dan budaya local, tanpamenyimpang dari tujuan nasional dan prinsip Negara
kesatuan NKRI.Dalam konteks otonomi daerah inilah sangat diperlukan
perubahanorganisasi yang lebih tanggap dan memilki akuntabilitas. Dalam kaitannyadengan
itu, maka diperlukan pelayanan birokrasi untuk memberikan responterhadap
berbagai tantangan secara adil dan bijaksana. Munculnyapartisipasi politik
terhadap pengambilan kebijaksanaan birokrasimerupakan konsekuensi yang tidak
dapat dihindarkan. Dalam hal itu,diperlukan perubahan yang cukup mendasar dalam
menyusun program-program pemerintah dengan tanpa meninggalkan tata aturan organisasiyang
ada.Melihat keadaan ini, perlu segera dilakukan reorganisasi
birokratpemerintahan daerah. Sehingga menjadi bentuk organisasi yang
terbuka,fleksibel, ramping, efisien, rasional, dan terdesentralisasi secara
kuat. Artinya harus diciptakan wahana baru birokrasi pemerintah dengan
titik berat pada pemberdayaan secara social, ekonomi dan politik pada
daerahkabupaten dan kota. Karena, daerah berkeinginan untuk mengelola
sendiripelaksanaan administrasi pemerintahan serta sumber-sumber kekayaanyang
dimilkinya.Terdapat beberapa dasar pemikiran yang melatar beklakangimengapa
kepemimpinan kepal daerah penting dan menraik untuk
dipelajari. Sepanjang sejarah,
sejak masa pemerintahan Hindia Belanda,masa pendudukan Jepang, masa prokalamasi
kemerdekaan, masa ordelama, orde reformasi dewasa ini, kedudukan dan peran
kepala daerahdengan beragam penyebutan seperti gubernur, bupati, walikota
telahmenunjukan esistensinya baik sebagai pemimpin organisasi pemrintahanyang
mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat, maupun dalammemimpin organisasi
administrasi pemerintahan.Oleh karena itu,
dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1
angka 2 yang terdiri dari kepaldaerah dan perwakilan daerah (DPRD). Keberadaan
pemerintahan didaerah adalah merupakan suatu bentuk organisasi pemerintah yang
lebihkecil atau pada tingkatan daerah yang dikatakan sebagai pemerintahandaerah.
Karena itu, penyerahan kekuasaan dari rakyat pada Negarademokrasi terbagi
dua.1.
Pemerintah (eksekutif) yang
diserahi kekuasaan untuk melaksanakan pengaturan berbagai kebutuhan masyarakat.2.
Lembaga perwakilan rakyat
(legislative) yaitu lembaga yangberwenang dalam hal merumuskan dan membuat
aturan untuk dilaksanakan oleh pemerintah serta melakukan pengawasan
atastindakan-tindakan pemerintah.Fungsi yang diemban oleh eksekutif (kepala daerah) terdiri dari tigafingsi yaitu: fungsi eksekutif,
fungsi legislative dan fungsi yudikatif. Olehkarena itu, eksekutif dalam
melaksanakan system demokrasi salah satufungsinya yang paling menonjol adalah
fungsi pemerintahan. Sehingga,sejalan dengan berbagai hal tersebut di atas
mendorong secara seriuskepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) untuk
melaksanakan danmenjalankan roda pemerintahan guna mewujudkan masyarakat
yangsejahtera dan pembangunan yang berkelanjutan.Berbagai pengaturan dalam semua
undang-undang tentangpemerintahan daerah membuat peran kepala daerah sangat
strategis,karena kepala daerah sangat penting dalam menunjukan
keberhasilanpembangunan local maupun pembangunan nasional pada umumnya,
sebabpemerintahan daerah merupakan subsistem dari pemerintahan nasionalatau
Negara, efektifitas pemerintahan Negara tergantung pada
efektifitaspenyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keberhasilan kepemimpinan
didaerah menentukan kesuksesan kepemimpinan nasional. Ketidakmampuankepala
daerah dalam mensukseskan kinerja dan efektifitaspenyelenggaraan pembangunan nasional
Pembangunan dan tidak ikut campurnya
pemerintah pusat dalam halpelaksanaan otonomi di daerah belumlah menjadi suatu
jaminan akantercipta serta terlaksananya prinsip-prinsip
good governance
(tatapemerintahan yang baik). Bagian
juga yang sangat mwenetukan terhadappelaksanaannya
good governance
adalah pelaksanan fungsi
admnistrasipemerintahan. Karena, kepala daerah (gubernur/bupati dan
walikota)bersama dengan wakil kepala daerahnya sering tidak sejalan
dalammanajemen pemerintahan ayang akhirnya berdampak kepada programmenjadi
terhambat. Kemudian juga, sering terjadi pergantian pejabat yangmemimpin suatu
biro, dinas, instansi dan badan setiap saat tanpa melihatbeberapa lama penjabat
tersebut menjabat. Selain itu, penempatan parapejabat yang tidak sesuai dengan
latar belakang pendidikannya.
OTONOMI DAERAH SECARA UMUM
Pelaksanaan otonomi daerah dilihat sebagai
wada berkah bagidaerah-daerah. Dengan kewenangan yang diatur dalam
Undang-UndangNomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah itu,
daerah-daerahmenjadi milik keleluasan dan kebebasan untuk mengatur dan
mengeloladirinya sendiri. Otonomi bertiti tolak dari adanya hak dan wewenang
untuk berprakarsa dan mengambil keputusan dalam mengatur dan mengurusrumah
tangga daerahnya guna kepentingan masyarakatnya dengan jalanmengadakan berbagai
peraturan daerah yang tidak bertentangan denganUUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi(E.Koswara 2001:77).Dalam hubungan
inilah pemerintah perlu melaksanakan pembagiankekuasaan kapada pemerintah daerah
yang dikenal dengan istilahdesentralisasi, bentuk dan susunannya tampak dari
ketentuan-ketentuandidalam undang-undang yang mengaturnya. Seperti
Undang-UndangNomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
memuatpengertian otonomi daerah dalam Pasal 1 angka 5 “otonomi daerah
adalahhak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur danmengurus
sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakatsetempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.Karena praktek penyelenggaraan Negara yang dahulu
dilaksanakandiubah yaitu kekuasaan eksekutif yang tidak terpusat dan
mekanismehubungan pusat dan daerah pun menganut asas desentralisasi
dalampenyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kekuasaan kepadadaerah
untuk menyelenggarakan otonomi daerah melalui peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan
didaerah. Hal yang sangatmendasar dari peraturan perundang-undangan tersebut
adalahmemberikan kesempatan dan kekuasaan daerah untuk membangundaerahnya dan
lebih memberdayakan masyarakat,
menumbuhkan prakarsadan kreativitas serta meningkatkan peran dan fungsi lembaga
eksekutif,(gubernur, bupati, walikota) serta legislative
(DPRD).Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah, pada BAB 1
ketentuan umum Pasal 1 ayat (5) menuliskan,otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonomuntuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dankepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Bahwa, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerahsesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesiatahun
1945, pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiriurusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan pembantuan, diarahkanuntuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melaluipeningkatan, pelayanan,
pem,berdayaan, dan peran serta masyarakat,serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsipdemokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatudaerah dalam system Negara Kesatuan Republik
Indonesia.Jadi, inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah
upayamemaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus menghindari kerumitandan
hal-hal yang menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengandemikian tuntutan
masyarakat dapat diwujudkan secara nyata danpenerapan otonomi daerah luas dan
kelangsungan pelayanan umum untuk tidak terabaikan. Selain itu juga, kata
kunci otonomi daerah sebenarnyaadalah kewenangan. Makin besar kewenangan
digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat maka makin
bermanfaatimplementasi daerah itu. Kemudian Van Kepmen mendefinisikan
otonomidaerah antara lain:a.
Bahwa otonomi mempunyai arti lain dari pada
kedaulatan yangmerupakan atribut dari Negara, akan tetapi tidak pernahmerupakan
atribut dari bagian-bagiannya seperti gemeente,provinsi dan sebagainya, yang
hanya memiliki hak-hak yangberasal dari Negara, sebagai bagian yang dapat
berdiri sendiriakan tetapi tidak mungkin dianggap merdeka, lepas ataupunsejajar
dengan Negara. Bahwa dengan demikian, Negara
atau pemerintah pusatlah yangmempunyai kata terakhir terhadap ketentuan tentang
batas-batasotonom, baik dengan cara positif maupun negative.c.
Bahwa yang demikian itu, sesuai pula sepenuhnya dengan maksuddari
pada desentralisasi, yang tidak lebih dari pada suatu saranuntuk mencapai
penyelenggaraan kepentingan-kepentingansetempat dengan cara yang tepat atau
patut, sehinggadesentralisasi itu dilakukan tidak hanya karena adanya
kehendak untuk mendentralisasikan.Pengertian
otonomi daerah diatas mencerminkan adanyadesentralisasi, sebagaimana isi dari
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 7
“desentralisasi adalahpenyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerahotonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalamsystem Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Ada beberapa alasanmengapa pemerintah perlu
melakukan desentralisasi kekuasaan kepadapemerintah daerah. Menurut Josep Riwu
Kaho antara lain:a.
Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan
(gameteori), desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukankekuasaann
pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapatmenimbulkan tirani.b.
Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi
dianggapsebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut sertadalam
pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.c.
Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alas anmengadakan
pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-,ata untuk mencapai
sesuatu pemerintah yang efisien. Apa yangdianggap lebih utama untuk diurus oleh
pemerintah setempat,pengurusannya diserahkan kepada daerah.d.
Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatiandapat
sepenuhnya ditumpuhkan pada kekhususan suatu daerah,seperti geografi, keadaan
penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan dan latar belakang sejarah.e.
Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi,
desentralisasidiperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dansecara
langsung membantu pembangunan tersebut.
Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menanganiurusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang
dankewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidupdan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapunyang dimaksud
dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonominyang dalam penyelenggaraan
harus benar-benar sejalan dengan tujuandan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyatyang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Pendukung
daripadapelaksanaan tugas otonomi dengan sebaik-baiknyaantara lain: (a)
Faktormanusia, (b) Faktor keuangan, (c) Faktor supra dan infrastrukturdan
(d)Faktor organisasi dan manajemen.
TUJUAN OTONOMI DAERAH
Paradigma otonomi daerah adalah bertolak dari asumsi bahwa
cita-ita demokrasi, keadilan dan kesejateraan bagi rakyat tidak
semata-mataditentukan oleh Negara. Dalam otonomi daerah perlu asdanya
jaminandistribusi kekuasaan secara sehat dan adail, akuntabilitas
pemerintahaan,tegaknya supermasi hokum dan hak asas manusia (HAM) serata
strukturekonomi yang adil dan berkerakyatan. Otonomi bertitik tolak dan
adanyahak dan wewenang untuk berprakarsa dan mengambil keputusan dalamnegatur
dan mengurus rumah tangga daerahnya guna kepentinganmasyarakatnya dengan jalan
mengadakan berbagai peraturan daerah yangtidak bertentangan dengan UUD 1945 dan
peraturan perundang-undanganlainnya yang lebih tinggi.Selain itu efisisensi dan
efektifitas penyelenggaraan pemerintahandaerah perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintah daerah,potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan
persainganglobal dengan memberikan kewenangan yag seluas-luasnya
kepada:Pertama, system ketatanegaraan Indonesia tidak menganut
pahamsentralisme, melainkan membagi daerah Indonesia atasdasar daerah besar
kecil yang diatur dengan undang-undang.Kedua, pengaturan dalam undang-undang
tersebut harusmemandang dan mengingat dari pada permusyawaratandalam system
pemerintahan Negara.
keTiga, daerah besar dan kecil bukan merupakan Negara
bagianmelainkan Negara yang tidak terpisahkan dari bentuk dalamkerangka Negara
Kesatuan (
endheidstaat
).Keempat, corak daerah besar dan kecil itu ada yang bersifat
otonom(
streak en locale rechtsgemeenschappen
) atau ada yangbersifat daerah administrasi
belaka.Kelima, adapun sampai sejauh mana otonomi itu akan diberikankepada
daerah, sudah cukup jelas kebijaksanaan dasarnyayaitu terkandung dalam alinea
pertama penjelasan Pasal 18UUD 1945 (sebelum perubahan) secara impilisit
jugamemberikan arah bahwa pemberian otonomi itu dalamproposi yang wajar dan
dapat dipertanggungjawabkan,mengingat kondisi nyata pada daerah yang bersangkutan.Dalam hubungan inilah
pemerintah perlu malaksanakan pembagiankekuasaan kepada pemerintah daerah yang
dikenal denganistilahdesentralisasi, bentuk dan susunannya tampak dari
ketentuan-ketrentuan didalam undang-undang yang mengaturnya. Seperti
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memuatpengertian
otonomi daerah dalam Pasal 1 angka 5 “otonomin daerahadalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengaturdan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakatsetempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.Sejalan dengan prinsip otonomi tersebut dilaksanakan pula
prinsip Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab
adalahotonomi yang dalam penyelenggaraan harus benar-benar sejalan dengantujuan
dan maksud pemberian otonomi, yang ada dasarnya untuk memberdayakan daerah
termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyatyang merupakan bagian utama daru tujuan nasional.
PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi di era otonomi daerahyang
merupakan tuntutan masyarakat dapat terwujud apabila terciptanyasuatu system
pemerintahan yang baik (
good governance
). Oleh karenaitu, perubahan perilaku birokrasi sangat diperlukan dalam penyelenggaraanotonomi daerah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah sejalan dengan
konsep
good governance
sebagai domain pemerintahan yang baik antara lain:
1)
Menekankan penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkanpada
peraturan perundang-undangan.2)
Kebijakan public yang transparan.3)
Adanya partisipasi masyarakat dan akuntabilitas public.Untuk dapat mewujudkan
kepemerintahan yang baik menurutHardijanto (2002: 2), beberapa prinsip dasar
yang harus diperhatikanantara lain:1)
Prinsip kepastian hukuma.
System hokum yang benar dan adil, meliputi hokum nasional,hokum adat dan etika kemasyarakatan.b.
Pemberdayaan pranata hukum, meliputi kepolisian,kejaksaan,
pengadilan dan lembaga kemayarakatan.c.
Desentralisasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan,
pengambilan keputusan public dan lain-lain yangberhubungan dengan kepentingan
masyarakat luas.d.
Pengawasan masyarakat yang dilakukan DPRD, dunia pers,dan
masyarakat umum secara transparan, adil, dan dapatdipertanggungjawab.2)
Prinsip keterbukaana.
Menumbuhkan iklim yang kondusif bagi terlaksananya
asasdesentralisasi dan transparansi.b.
Menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, seperti hak
untuk hidup layak, hak akan rasa aman dan nyaman, persamaankedudukan dalam
hokum dan lain-lain.c.
Memberikan informasi yang benar, jujur dan
tidak diskriminatif.3)
Prinsip akuntabilitasa.
Prosdur dan mekanisme kerja yang jelas, tepat, dan benar,yang
diatur dalam peraturan prundang-undang, denganmengutamakan pelayanan kepada masyarakat.b.
Mampu mempertanggungjawabkan hasil kerja, terutamayang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat umum.c.
Memberikan sanksi yang tegas bagi aparat yang melanggarhokum.4)
Prinsip professionala.
Sumber daya manusia yang memiliki profesionalitas dan kapabilitas yang memadai, netral serta didukung dengan etika dan moral sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
b.
Memilki kemampuan kompetensi dan kode etik sesuaiperaturan
perundang-undangan yang berlaku.c.
Memodernisasi administrasi Negara dengan mengaplikasikanteknologi
telekomunikasi dan informatika yang tepat guna.Organisasi yang terbesar dimanapun
sudah barang tentu organisasipublic yang mewadahi seluruh lapisan mayarakat
dengan ruang lingkupNegara. Oleh karena itu, organisasi public mempunyai
kewenangan yangterlegitimasi dibidang politik, administrasi, pemerintahan, dan
hokumsecara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warganya,dan
melayani kebutuhannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk
pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakkanperaturan. Untuk
melaksanakan kepemerintahan yang baik, membinahubungan kemitraan dan saling
percaya merupakan kunci utama.Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, prinsip
penyelenggaraanpemerintahan yang memenuhi prinsip good governance yang
dikemukakanoleh team work lapera sebagai berikut:1.
Akuntabilitas, maksudnya adalah bisa dibaca rakyat
dandipertanggungjawabkan kepada masyarakat melalui indicator-indikator atau
ukuran-ukuran yang dibuat oleh rakyat sendiri.2.
Transparansi, maksudnya segala kegiatan dan kebijakan yangdiambil oleh pemerintah bersifat terbuika, bisa diketahuii ataudiakses oleh masyarakat. Keputusan diambil dengan
melibatkanmasyarakat, memungkinkan adany ide-ide dan aspirasi darimasyarakat3.
Kejujuran, Maksudnya adalah adanya kejujuran dari pemerintahdalam
melakukan atau menyelenggarakan pemerintahan.4.
Kesetaraan, dalam pelayanan non diskriminasi atau tidak
mebeda-bedakan dalam proses pelayanannya.5.
Keterlibatan, masyarakat dalam seluruh tahap prosespenyelengaraan
mulai dari perencanaan sampai distribusi hasil-hasil bangunan.6.
Konstitusional, berjalan diatas aturan yang ada dan
senantiasamenegakkan hokum.7.
Pengambilan keputusan, mengedepankan musyawara agarkeputusan yang
diambil tidak merugikan masyarakat.Pada era otonomi daerah, setiap organisasi
pemerintah daerahmenghadapi tantangan yang sangat kompleks dan tuntuta
kebutuhanmasyarakat yang semakin meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan model
organisasi yang ramping serta didukung oleh personil yang
mempunyaikemampuan, keahlian sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
organisasinyaseperti untuk promosi karier diperlukan adanya ukuran-ukuran baku
yangdapat dijadikan acuan obyektif yang akan dipergunakan sebagai alat
ukurpromosi.
Good governance
(penyelenggaraan pemerintahan yang baik) adabeberapa prinsip yang
bisa menunjuk dijalankannya
good governance
,yaitu:1.
Adanya pengakuan atas pluralitas politik 2.
Adany prinsip keadilan3.
Akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan4.
Prinsip keterbukaanSatu hal yang sangat menarik dari adanya
prinsip good governance,yaitu mengenai akuntabilitas. Dalam prinsip ini ada
tiga dimensiperencanaan daerah yang memperkuat prakarsa masyarakat untuk
ikutdalam pelaksanaan otonomi daerah:1.
Dimensi financialSegala penggunaan dana yang dilakukan oleh
pemerintah(eksekutif), harus benar-benar sesuai dengan persetujuanlegislative
(parlemen), control parlemen tidak dimaksudkan untuk bargaining politik
(negosiasi) pihak parlemen, melainkan untuk memastikan bahwa seluruh dana
yang digunakan oleh pemerintahadalah alokasi yang tepat, murah (efisien) dan
terhindar darinmanipulasi yang akhirnya bisa merugikan masyarakat.2.
Dimensi politik Dimensi ini berlaku pada pemerintahan,
artinya setiap tindakandari masing-masing pihak jelas legitimasi
danpertanggungjawabannya pejabat publik tidak boleh merupakanhasil negosiasi
politik, melainkan harus benar-benar melalui prosespolitik yang demokratis. Ketika
pemilihan umum, rakyat harusjelas memilih siapa, dan yang terpilih juga memilki
kejelasanpihak yang dipilih oleh siapa.3.
Dimensi legal (formal)Dimensi ini merupakan penjabaran nyata dari
prinsip Negarahukum, diaman pejabat publik harus memilki keabsahan secaralegal
(formal), berdasarkan hukum atau aturan yang berlaku. Halini diperlukan agar
tidak terjadi akhir dan ketika muncul suatu
Ayat (7) desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintaholeh pemerintah kepala daerah otonom untuk
mengatur danmengurus urusan pemerintahan dalam system Negara
kesatuan. Ayat (8) dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintaholeh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintahpusat dan/atau kepada
instansi vertical diwilayah tertentu. Ayat (9) tugas pembantuan adalah
penugasan dari pemerintahkepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provensi
kepadakabupaten/kota atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kotakepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu.Menurut Darma Kusuma (2002:6-7), secara umum
pola hubunganyang ada dalam setiap organisasi dapat dilihat dalam dua pola
hubungan,yakni hubungan yang bersifat internal dan eksternal. Pola hubungan
paabirokrasi pemerintah, dapat diidentifikasi hubungan internal mwerupakanpola
interaksi yang terjadi antara atasan, sejawat dan bawahan. Polahubungan
internal pada organisasi birikrasi pemerintah sangat diwarnaiolah pola hubungan
yang searah dan bersifat
top down
dari atas, artinyapola hubungan dan interaksi lebih banyak
ditentukan dari atas, artinyabahwahan menunggu dan melaksanakan sesuai dengan
arahan pimpinan.Menurut HAW Widjaj (2002:81), dalam hal ini perlu
mendapatperhatian birokrasi dalam mengantisifasi akan kebutuhan pelayanantersebut:1)
Sifat pendekatan tugas, lebih mengarah kepada pengayoman
danpelayanan masyarakat, bukan pendekatan kekuasn dankewenangan.2)
Penyempurnan organisasi, efisien, efektif dan professional3)
System dan prosedur kerja cepat, tepat dan akuratBirokrasi yang modern tidak lagi berpikir sebagaiman
membelanjakandana yang tersedia dalam anggaran, tetapi bagaimana
membelanjakananggaran yang terbatas seefisien mungkin, dan memanfaatkan apa
yangdiperoleh hasilnya. Berdasarkan fungsi pemerintah dalam melakukanpelayanan
umum terdapat 3 fungsi pelayanan yaitu (1)
environmental service
, (2)
development service
, (3)
protective service
. Pelayanan yangdiberikan oleh pemerintah juga dapat dibedakan
berdasarkan siapa yangdapat menikmati atau memperoleh dampak dari suatu
layanan, baik seseorang secara individu maupun kelompok atau kolektif.Satu hal yang baru dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahandibagi berdasarkan tiga asas, antara lain:
1.
Eksternalitas, yaitu penyelenggaraan suatu urusan
pemerintahanditentukan berdasarkan luas, besaran dan jangkauan dampak yang
timbul akibat pennyelenggaraan suatu urusanpemerintahan.2.
Akuntabilitas, penanggungjawab penyelenggaraan suatu
urusanpemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas,besaran dan
jangkauan dampak yang timbulkan olehpenyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.3.
Efisiensi, penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukanberdasarkan
perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggiyang dapat diperoleh.Dengan
demikian untuk menunjang pelaksanaan systempemerintahan didaerah dan
sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah mengenaiprinsip otonomi, bahwa prinsip otonomi menggunakan
prinsip otonomiseluas-luasnya, nyata dan bertanggungjawab.1.
Prinsip otonomi seluas-luasnya adalah daerah diberikankewenangan
mengurus dan mengatur semua unsurepemerintahan diluar yang menjadi urusan
pemerintah yangditetapkan dalam undang-undang pemerintah daerah.2.
Prinsip otonomi nyata, adalah suatu prinsip bahwauntukmenangani
urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkantugas, wewenang dan kewajiban yang
senyatanya telah ada danberpotensi untuk tumbuh hidup dan berkembang sesuai
denganpotensi dan kekhasan daerah.3.
Prinsip otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yangdalam
penyelesaiannya harus benar-benar sejalan dengansejalan dengan tujuan dan
maksud otonomi yang ada dasarnyauntuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkankesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari
tujuannasional.Keanekaragaman istilah system otonomi daerah diperlukan
untuk meksud yang sama, maka dapat dikemukakan guna keperluan
acuanpengertian dari system daerah, yakni patokan tentang cara
penentuanbatas-batas urusan rumah tangga daerah (Krishna D. Darumurti dan
UmbuRauta, 2000:14), antara lain:1.
System otonomi formil
Pengertian otonomi secara formil, tidak ada perbedaan
antaraurusan-urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat danoleh
daerah-daerah otonom. Hal ini berarti bahwa apa yang dapatdilakukan oleh Negara
(pemerntah pusat) pada prinsipnya dapatpula dilakukan oleh daerah-daerah otonom
bila ada pemabgiantugas (wewenang dan tanggungjawab), hal ini
semata-matadisebabkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional danpraktis,
efisiensi tugas pelayanan public.2.
System otonomi riilDalam system ini, penyerahan urusan atau tugas
dankewenangan kepada daerah didasarkan pada factor yangnyata/riil, sesuai
dengan kebutuhan atau kemampuan yang riildari daerah maupun pemerintah pusat
serta pertmbuhanmasyarakat yang terjadi. Hal ini membawa konsekuensi
bahwatugas/urusan yang selama ini menjadi wewenang pemerintahpusat dapat
diserahkan kepada pemerintah daerah, denganmemperhatikan kemampuan masyarakat
daerah untuk mengaturdan mengurusnya sendiri
KESIMPULAN
Konsep pembangunan dan pengambilan kebijakan dari
suatupenyelenggaraan pemerintahan sudah tidak dapat lagi dilaksanakanbilaman
lapisan-lapisan masyarakat yang ada tidak dilibatkan baik secaralangsung maupun
tidak langsung. Sebab, masyarakat adalah pelaksanadan pelaku dari suatu kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Olehkarena itu, partisipasi masyarakat dan
pelaksanaan prinsip-prinsip daripada
good governance
akan semakin sinergi dan dapat diterima denganbaik. Karena tidak
ada lagi yang perlu ditutupi maupun disembunyikan.Selain itu efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahandaerah perlu ditingkatkan dengan
lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan
antar pemerintah daerah,potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan
tantangan persainganglobal dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya
kepadadaerah yang disertai dengan pemberian hak dan kewajibanmenyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan systempenyelenggaraan pemerintahan Negara. Dengan
pembagian tugas yang jelas antara pemerintahan pusat dan daerah, akan
semakin jelas pula siapayang bertanggung jawab atas kegagalan suatu kebijakan.
Paradigma pemerintahan yang baik,
good governance
memperhatikan tiga domain yang bersinergi yakni antara sektor
publik,swasta, dan masyarakat. Sesuai dengan paradigma kepemerintahan yangbaik,
maka hubungan kerja pada sekor pemerintah tidak lagi bersifat “hirarkhis”
(system koordinasi dari bawah keatas ataupun sebaliknya),tetapi menjadi
“heterarkhis”, artinya penyelenggaraan kegiatanpemerintahan dengan
memperhatikan hubungan dari tiga domainkepemerintahan yang baik.Dengan melaksanakan konsep
good governance
, maka sectorpemerintah tidak dapat lagi sebagai pemain utama
untuk melakukan hak monopoli dalam penentuan kebijakan public. Hubungan
pemerintahanantara pemerintah, swasta, dan masyarakat harus dikembangkan
jikaparadigma kepemerintahan yang baik benar-benar akan dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKABuku
Anonym, 1993.
kamus besar bahasa Indonesia, tanpa penerbit,
Jakarta. Abdul latief, 2006. Hokum
dan peraturan kebijaksanaan (
beleidsregel
) padapemerintahan daerah, UII Jogyakarta press,
Yogyakarta. Alexander abe, 2001. Perencanaan daerah memperkuat prakarsa
rakyatdalam otonomi daerah, lapera pustaka utama. Yogyakarta. Andi mustari
pide, 1999. Otonomi daerah dan kepala daerah memasukiabad XXI, gaya media
pratama, Yogyakarta. Agussalim andi gadjom, 2007. Pemerintyahan daerah:
kajian hokum danpolitik, ghalia Indonesia, Jakarta. Aos kuswandi, 2000.
Pelaksaan fungsi legislative dan dinamika politik DPRD, laboratorium ilmu pemerintahan FISIP UNISMA, Jkarta.Bagir manan,
2001. Menyongsong fajar otonomi daerah, PSH UII Yogyakarta, Yogyakarta.BN
marbun, 1983. DPRD pertumbuhan masalah dan masa depannya,ghalia Indonesia,
Jakarta.CST. Kansil, 1991. Pokok-pokok pemerintahan didaerah, rimaka
cipta,Jakarta.Darama kusuma, 2002. Merubah perilaku birokrasi pada
organisasipemerintahan daerah, orasi ilmiah dalam rangka dies natalis
XIIsekolah tinggi pemerintahan dalam negeri, jatinangor,bandung.
e.Asas Proporsionalitas Asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajibanPenyelenggaraan Negara.f.Asas Profesionalitas Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik danketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.g.Asas Akuntabilitas Asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatanPenyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepadamasyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Tambahan lima asas umum pemerintahan yang baik, yaitu:a.Asas Perlindungan HukumSetiap pegawai negeri diberi
hak dan kebebasan untuk mengatur kehidupanpribadinya sesuai dengan pandangan hidup yang dianutnya atau sesuaidengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.b.Asas Menanggapi Pengharapan Yang Wajar Tindakan pemerintah menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yangberkepentingan.c.Asas Bertindak CermatPemerintah senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkankerugian bagi warga masyarakat.d.Asas MotivasiSetiap keputusan pemerintah harus mempunyai alasan atau motivasi yangbenar, adil dan jelas.
e.Asas Fair PlayPemerintah harus memberikan kesempatan yang layak kepada wargamasyarakat untuk mencari kebenaran dan keadilan.
3.
Penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan di daerah menurut Pasal 20 Ayat (1)Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, berdasarkan kepada asas-asas umumpenyelenggaraan negara yang terdiri dari dari sembilan asas, yaitu:a.Asas Kepastian Hukum Asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturanperundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakanpenyelenggaraan Negara.b.Asas Tertib Penyelenggaraan Negara Asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangandalam pengendalian Penyelenggaraan Negara.c.Asas Kepentingan Umum Asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif,akomodatif dan selektif.d.Asas Keterbukaan Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperolehinformasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraannegara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,golongan dan rahasia negara.e.Asas Proporsionalitas Asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajibanPenyelenggaraan Negara.f.Asas Profesionalitas
Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik danketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.g.Asas Akuntabilitas Asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatanPenyelenggaraan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepadamasyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
h.
Asas Efisiensi Asas penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang berorientasi padaminimalisasi penggunaan sumber daya untuk mencapai hasil kerja yangterbaik.
i.
Asas Efektivitas Asas penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang berorientasi padatujuan yang tepat guna dan berdayaguna.
Asas Menanggapi Pengharapan Yang Wajar Tindakan pemerintah menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yangberkepentingan
HARI, TGL, BLN, THN : JUMAT,28 SEPTEMBER 2012 PKL 08.30 WIB
Selamat
Datang Pada Tutorial Online MK IPEM4320 Sistem Pemerintahan Indonesia.
Pada Diskusi 1 ini kita akan membahas tentang konsep sistem dan pemerintahan.
Untuk itu, coba Anda kemukakan pemahaman Anda tentang pengertian sistem dan pemerintahan dengan merujuk konsep yang ada?
Pada Diskusi 1 ini kita akan membahas tentang konsep sistem dan pemerintahan.
Untuk itu, coba Anda kemukakan pemahaman Anda tentang pengertian sistem dan pemerintahan dengan merujuk konsep yang ada?
Selamat Berdiskusi!
TANGGAPAN
DAN JAWABAN TUGAS 1 :
Sistem Pemerintahan Indonesia
Kita sebagai warga negara Indonesia khususnya yang pernah mengalami masa kurun waktu rezim orde baru pernah menerima penataran P-4 setiap tahun ajaran baru mulai SD, SMP, SMA, sampai dengan Perguruan tinggi, semuanya pasti hafal dan memahami seperti apa sistem pemerintahan Indonesia.
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia
Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemenkan .
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
- Indonesia adalah
negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
- Sistem
Konstitusional.
- Kekuasaan negara yang
tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- Presiden adalah
penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
- Presiden tidak
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
- Menteri negara ialah
pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
- Kekuasaan kepala
negara tidak tak terbatas.
SISTEM PEMERINTAHAN
INDONESIA
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV
menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD
1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah
kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem pemerintahan presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas mengenai sistem pemerintahan.
I. Pengertian Sistem Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. kata-kata itu berarti:
a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka dalam arti yang luas,
pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan
legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai
tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah
perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya
dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan
diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen
pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian
tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut
Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang
berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan
pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berati kekuasaan membentuk
undang-undang; Dan Kekuasaan Yudikatif yang berati kekuasaan mengadili terhadap
pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar
meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system
pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar
lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan
pemerintahan negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabila semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabila semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.
a. Kabinet Presidensial
Kabinet presidensial adalah suatu kabinet dimana pertanggungjawaban atas kebijaksanaan pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap jabatan sebagai perdana menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada perlemen/DPR melainkan kepada presiden. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet presidensial adalah Amarika Serikat
dan Indonesia
b. Kabinet Ministrial
Kabinet ministrial adalah suatu kabinet yang dalam menjalankan kebijaksaan pemerintan, baik seorang menteri secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama seluruh anggota kebinet bertanggung jawab kepada parlemen/DPR. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet ini adalah negara-negara di Eropa Barat.
Apabila dilihat dari cara pembentukannya, cabinet ministrial dapat dibagi menjadi dua, yaitu cabinet parlementer dan cabinet ekstraparlementer.
Kabinet parlementer adalah suatu kabinet yang dibentuk dengan memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara yang ada didalam parlemen. Jika dilihat dari komposisi (susunan keanggotaannya), cabinet parlementer dibagi menjadi tiga, yaitu kabinet koalisi, kabinet nasional, dan kabinet partai.
Kabinet Ekstraparlementer adalah kebinet yang pembentukannya tidak memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara serta keadaan dalam parlemen/DPR.
II. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial
Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
1. sistem pemerintahan presidensial;
2. sistem pemerintahan parlementer.
Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bhakan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia.
Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan parlementer.
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :
- Badan legislatif atau
parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh
rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai
badan perwakilan dan lembaga legislatif.
- Anggota parlemen
terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan
umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang
besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
- Pemerintah atau
kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai
pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan
kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada
perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya
berasal dari parlemen.
- Kabinet bertanggung
jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan
mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen
dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan
mosi tidak percaya kepada kabinet.
- Kepala negara tidak
sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana
menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik
atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki
kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan
keutuhan negara.
- Sebagai imbangan
parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari
perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan
pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.
Kelebihan Sistem Pemerintahan
Parlementer:
- Pembuat kebijakan
dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat
antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan
legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
- Garis tanggung jawab
dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
- Adanya pengawasan
yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi
barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Parlementer :
- Kedudukan badan
eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen
sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
- Kelangsungan
kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias ditentukan berakhir
sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
- Kabinet dapat
mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet
adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh
mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai
parlemen.
- Parlemen menjadi
tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka
menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk
menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Dalam sistem pemerintahan presidensial,
badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan
tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.
Ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut.
- Penyelenggara negara
berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih
langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
- Kabinet (dewan
menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden
dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
- Presiden tidak
bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak
dipilih oleh parlemen.
- Presiden tidak dapat
membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
- Parlemen memiliki
kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen
dipilih oleh rakyat.
- Presiden tidak berada
dibawah pengawasan langsung parlemen.
Kelebihan Sistem Pemerintahan
Presidensial :
- Badan eksekutif lebih
stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
- Masa jabatan badan
eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan
Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah
lima tahun.
- Penyusun program
kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
- Legislatif bukan
tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh
orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Presidensial :
- Kekuasaan eksekutif
diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan
mutlak.
- Sistem
pertanggungjawaban kurang jelas.
- Pembuatan keputusan
atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan
legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu
yang lama.
III. Pengaruh Sistem Pemerintahan
Satu Negara Terhadap Negara-negara Lain
Sistem pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh negara-negar lainnya.
Sistem pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh negara-negar lainnya.
Contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial: Amerika Serikat, Filipina, Brasil, Mesir, dan Argentina. Dan contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan parlemen: Inggris, India, Malaysia, Jepang, dan Australia.
Meskipun sama-sama menggunakan sistem presidensial atau parlementer, terdapat variasi-variasi disesuaikan dengan perkembangan ketatanegaraan negara yang bersangkutan. Misalnya, Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial tidak akan sama persis dengan sistem pemerintahan presidensial yang berjalan di Amerika Serikat. Bahkan, negara-negara tertentu memakai sistem campuran antara presidensial dan parlementer (mixed parliamentary presidential system). Contohnya, negara Prancis sekarang ini. Negara tersebut memiliki presiden sebagai kepala negara yang memiliki kekuasaan besar, tetapi juga terdapat perdana menteri yang diangkat oleh presiden untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari.
Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu kegunaan penting sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan suatu negara menjadi dapat mengadakan perbandingan oleh negara lain. Suatu negara dapat mengadakan perbandingan sistem pemerintahan yang dijalankan dengan sistem pemerintahan yang dilaksakan negara lain. Negara-negara dapat mencari dan menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antarsistem pemerintahan. Tujuan selanjutnya adalah negara dapat mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik dari sebelumnya setelah melakukan perbandingan dengan negara-negara lain. Mereka bisa pula mengadopsi sistem pemerintahan negara lain sebagai sistem pemerintahan negara yang bersangkutan.
Para pejabat negara, politisi, dan para anggota parlemen negara sering mengadakan kunjungan ke luar negeri atau antarnegara. Mereka melakukan pengamatan, pengkajian, perbandingan sistem pemerintahan negara yang dikunjungi dengan sistem pemerintahan negaranya. Seusai kunjungan para anggota parlemen tersebut memiliki pengetahuan dan wawasan yang semakin luas untuk dapat mengembangkan sistem pemerintahan negaranya.
Pembangunan sistem pemerintahan di Indonesia juga tidak lepas dari hasil mengadakan perbandingan sistem pemerintahan antarnegara. Sebagai negara dengan sistem presidensial, Indonesia banyak mengadopsi praktik-praktik pemerintahan di Amerika Serikat. Misalnya, pemilihan presiden langsung dan mekanisme cheks and balance. Konvensi Partai Golkar menjelang pemilu tahun 2004 juga mencontoh praktik konvensi di Amerika Serikat. Namun, tidak semua praktik pemerintahan di Indonesia bersifat tiruan semata dari sistem pemerintahan Amerika Serikat. Contohnya, Indonesia mengenal adanya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan di Amerika Serikat tidak ada lembaga semacam itu.
Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau model yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem pemerintahan negara lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing telah mampu membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan parlementer seara ideal. Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya disesuaikan dengan negara yang bersangkutan.
IV. Sistem Pemerintahan Indonesia
a. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
- Indonesia adalah
negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
- Sistem
Konstitusional.
- Kekuasaan negara yang
tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- Presiden adalah
penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
- Presiden tidak
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
- Menteri negara ialah
pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
- Kekuasaan kepala
negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem
pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa
pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem
pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga
kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945
tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai
wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR,
maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan.
Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak
positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan
pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid.
Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan
pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik
perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam
diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang
didapatkanya.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi
- adanya pembatasan
kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
- jaminan atas hak
asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang
harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan
mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional,
diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang
sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat
kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang
telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia
sekarang ini.
b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Bentuk
negara kesatuan dengan
prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa
provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah
republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
3. Presiden adalah kepala
negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4.
Kabinet
atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung
jawab kepada presiden.
5. Parlemen
terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan
legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif
dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga
mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan
untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa
variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai
berikut;
- Presiden
sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak
langsung.
- Presiden dalam
mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
- Presiden dalam
mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
- Parlemen diberi
kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak
budget (anggaran)
Dengan demikian, ada
perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu
diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan
baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral,
mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada
parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Kesimpulan
Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam sistem pemerintahan negara republik, lembaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.
Sistem pemerintahan suatu negara berbeda dengan sistem pemerintahan yang dijalankan di negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antar sistem pemerintahan negara itu. Misalnya, dua negara memiliki sistem pemerintahan yang sama.
Perubahan pemerintah di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat perpindahan kekuasaan atau kepemimpinan dalam negara. Perubahan pemerintahan di Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu bermula dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar