Rabu, 14 Mei 2014

MENGAPA DIPERLUKAN PERENCANAAN KOTA?


MENGAPA DIPERLUKAN  PERENCANAAN KOTA?


Oleh:
Dadang Djoko Karyanto


Abstrak

Setiap menentukan langkah dalam suatu pembangunan, diperlukan rencana yang matang agar menguntungkan di segala aspek dan berkelanjutan. Apabila salah langkah, tentunya akan berpengaruh besar terhadap kelanjutan pembangunan kota.  Tujuan  dalam merencanakan suatu kota atau desa adalah untuk menyejahterakan masyarakat, menyamankan masyarakat untuk tinggal dan berkegiatan di kota/desa tersebut, dan agar kota/desa tersebut berkelanjutan. Kita akan sering mendengar kata-kata ini di dunia perencanaan. Kota yang berkelanjutan atau  sustainable city adalah kota yang dapat ditinggali dan dimanfaatkan sumber daya nya oleh masyarakat hingga turun temurun, itu adalah pengertian sederhananya.
Lalu, bagaimana ketika rencana kita telah berhasil sepenuhnya, atau tujuan kita telah tercapai? Masihkah kita diperlukan? Tentu saja. Kota tidak akan stabil, baik penduduknya, ekonominya, ataupun infrastrukturnya. Jikapun tujuan kita dapat tercapai, kota akan selalu tumbuh dan berubah-ubah, dan rencana baru pun diperlukan. Itulah mengapa RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) harus diperbarui 5(lima) tahun sekali, belum lagi dengan revisinya. Lagipula, tugas perencana bukan hanya merencanakan dokumen sebagai basis pembangunan. Kita  juga berkewajiban untuk  mengawasi  penerapan rencana itu sendiri.


Kata kunci: Perencanaan disusun untuk menyediakan ruang yang nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat untuk melaksanakan aktivitasnya. Ruang adalah sesuatu yang memiliki luas yang tetap sedangkan masyarakat itu dinamis dan terus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan pertambahan rumah, infrastruktur, fasilitas umum dan sosial, padahal luas ruang yang tersedia tetap. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan ruang yang ada agar tetap nyaman beraktivitas, pertumbuhan masyarakat ini harus dikontrol.

I.            PENDAHULUAN
Planner (sebenarnya kita tidak begitu suka mendefinisikan diri kita dengan kata itu saat ini), kota seringkali dianggap hanya sebagai hanya sebuah ”kota”. Makna ini tidak lebih luas dari yang kita sampaikan sebagai sebuah urban. Di bangku kuliah kita berdiskusi tentang perencanaan kota atau city planning, bukan urban planning. Kita melihat ada dua kecenderungan yang dibawa oleh perbedaan pemahaman antara kedua istilah tersebut. Pertama, city planning melihat kota secara analitis, dibagi menurut komponen-komponennya: fisik geografis, tata guna lahan, sosial ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan. Sementara itu, urban planning memiliki makna yang dalam yang diamati secara empiris, seperti pola kehidupan masyarakat, protes sosial, organisasi, dan pemerintahan.

Ketika kita menerjemahkan perencanaan kota sebagai city planning, cara pandang perencana menjadi bersifat mekanis dan analitis. Justru yang berlangsung saat ini adalah hal yang sebutkan tersebut. Mau bukti. Rencana kota menjadi dokumen yang dibuat oleh ”para ahli” yang memetakan kebutuhan masyarakat atas lahan dan pengaturan ruang. Seluruhnya disusun dengan menggunakan pedoman yang dianggap sebagai kitab suci. Kerangka rencana dibuat menurut pedoman tersebut, tinggal isinya yang dilengkapi. Isi yang dilengkapi tersebut disusun dengan menggunakan metode perencanaan yang sifatnya analitis: formula yang generik diaplikasikan untuk memproyeksikan pertumbuhan dan jumlah penduduk. Siapa yang tidak kenal rumus-rumus ajaib, seperti: metode pertumbuhan linier, eksponsial, bunga berganda, maupun pertumbuhan dengan batasan sumber daya? Parameter kuantitas penduduk ini digunakan untuk mengestimasikan kebutuhan terhadap ruang maupun komponen-komponennya, seperti infrastruktur sampah, air bersih, sekolah, rumah sakit, dll.

Betapa susahnya dosen kita yang kita kagumi karena memiliki pendekatan berbeda dari kebanyakan pengajar yang lain pada mata kuliah yang sama untuk merubah cara kerja mahasiswa calon planner yang cenderung mekanistik dan analitis tersebut. Beliau senantiasa menekankan perencana harus ”turun gunung” dan merumuskan rencana melalui keterlibatan langsung dengan kegiatan-kegiatan masyarakat yang membutuhkan ruang. Hal ini tidak mudah diterima karena memakan waktu dan untuk beberapa orang tidak mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda dari konteks budayanya.

Kita beranggapan bahwa dokumen rencana ruang kita dibuat tebal namun kurang sekali memiliki makna. Masih banyak pula konsep dan program ruang yang dibuat dengan metode yang kabur dan mereduksi kenyataan di lapangan. Parameter yang digunakan untuk menyusun program ruang masih lemah dan kurang lengkap, tidak hanya cukup dengan pertimbangan kuantitas penduduk seperti yang kita sampaikan di atas. Atas dasar prerogatif perencana maupun tim teknis proyek, seringkali rencana dibuat dengan rumusan yang hanya dapat ditemui di kepala mereka. Bahkan, kepentingan politis sepihak seringkali dengan mudah masuk.

Berbeda dengan standar, pedoman disusun dengan memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada seseorang atau dalam hal perencana untuk menggali permasalahan di lapangan dan menyusun rekomendasi. Pedoman hanya memberikan kerangka, bukan menetapkan urutan langkah atau hasil-hasil yang akan dicapai. Hal ini berbeda dengan kegiatan di bidang konstruksi bangunan dan jalan yang objeknya memiliki parameter-parameter yang dapat dikendalikan dengan mudah. Sementara itu, objek dalam tata ruang bukanlah ruang per se, melainkan warga kota. 

Dari pengamatan ini, kita menyarankan perencanaan kota sebagai city planning kuranglah tepat. Kita musti bergerak ke arah perencanaan kota sebagai urban planning yang menekankan kepada pengamatan mendalam atas fenomena keruangan. Dalam pengertian ini, keruangan didekati secara empiris, tidak a priori, dan mendefinisikan isu spesifik yang ditentukan di lapangan, bukan di kepala planner. Parameter disusun dengan kehati-hatiaan dan bersifat unik karena lokasi, konteks sosial, dan posisi strategis dibandingkan lokasi lainnya. Produk dari semua proses tersebut adalah rencana kota yang yang ditujukan untuk menciptakan sebuah ”place”, bukan sekedar ruang yang di dalam rencana direpresentasikan dengan legenda dan warna-warna.

Kita meyebutkan pola perencanaan saat ini adalah mekanistik. Sebagai analogi, di bidang teknologi jalan, dikenal kategori kajian: empirik, mekanistik, dan analitik. Sampai saat ini, kita memahami teknologi jalan di Indonesia masih diciptakan dan dikembangkan melalui metode empirik. Hal ini dikarenakan karena para insiyur jalan kita masih sangat berhari-hati untuk menentukan parameter-parameter untuk melangkah ke perencanaan atau perancangan yang sifatnya mekanis dan analitis. Bukan mereka tidak mampu, melainkan beragamnya kondisi lingkungan di Indonesia yang menyulitkan rumusan fungsi konstruksi yang melibatkan parameter yang teridentifikasi jelas yang sifatnya generik.

Kapan para perencana berhenti untuk berpikir mekanik – analitik dan mulai bergerak dari apa yg ada di sekitarnya?Perencanaan kota merupakan proses penyusunan rencana tata ruang kota, yang didalamnya terkandung arahan penataan ruang kota. Pada mulanya, kegiatan perencanaan dilakukan oleh orang-orang “pilihan” yang dianggap mampu menerjemahkan visi dan keinginan manusia akan tata ruang yang lebih baik, atau mereka yang sangat berduit untuk merealisasikan cita-cita mereka mengenai masyarakat yang dianggap ideal. Orang-orang ini diantaranya seperti Daniel Burnham yang merencanakan Wangshinton D.C., Frederick Law Olmsted, Jr. yang merencanakan Kota New York, atau Ebenezer Howard yang merumuskan konsep Garden City.

Pengetahuan mereka tentang subastansi rencana sangat dipengaruhi oleh bentuk intervensi yang dapat mengarahkan masyarakat menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Howard memikirkan mengenai kota industri yang penuh dengan polusi sehingga merasa perlu untuk memindahkan komunitas kota ke daerah pedesaan yang masih alami. Kota baru ini disebutnya dengan Garden City.

Dalam prakteknya, perencanaan pada masa yang lampau sangat dipengaruhi oleh “keterpesonaan” perencana agar dapat memahami alam dengan lebih baik dan menciptakan keterhubungan antara manusia dan alam. Dalam skala mikro, hal ini dipraktikkan oleh Frank Llyod Wright dengan rancangan arsitektur yang memadukan antara alam dan lingkungan buatan. Dalam skala yang lebih makro, beberapa komunitas masih memperlihatkan upaya penyeimbangan antara manusia – alam melalui perancangan kota, seperti yang ditunjukkan dalam prinsip perancangan ruang komunitas di Bali yang tetap berpegangan pada pengetahuan lokal. Salah satu praktik yang menonjol adalah pemisahan ruang menjadi tiga yang merupakan upaya pengaturan ruang kosmologis yang menyeimbangkan antara manusia – Tuhan, manusia – manusia, dan manusia – alam. Pada skala kota, keseimbangan ini dijaga dengan mengendalikan agar lingkungan memberikan hidup yang nyaman bagi yang tinggal di dalamnya, misalnya dengan mempertahankan ruang terbuka hijau (pemakaman yang harus selalu ada).

II.            PERMASALAH

Urbanisasi dan Permasalahan kota
Kenyataan sering mendahului tata kota (Frick : 2007). Kota-kota saat ini tumbuh secara liar, sehingga menjadi kota anonim yang terjadi akibat tidak adanya rencana. Pergantian fungsi kota menjadi kota industri, membuat masyarakat berbondong-bondong datang ke kota. Hal ini disebut dengan proses urbanisaasi yang terjadi dari desa ke kota, akibat adanya daya tarik kota terkait penyediaan lapangan kerja maupun kehidupan yang lebih baik.
Urbanisasi merupakan sebuah bentuk peralihan kondisi sosial-spasial masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Di satu sisi urbanisasi dibutuhkan untuk mentransformasi kondisi sosial masyarakat, namun urbanisasi semu mulai timbul dengan menurunnya kualitas SDA masyarakat yang berpindah.
Proses migrasi dari desa ke kota tidak diimbangi dengan proses masuknya individu-individu yang berkualitas untuk mewujudkan pembangunan kota menggunakan sistem Bottom Up. Soetomo (2009) mengatakan bahwa :
Proses urbanisasi melalui proses migrasi tersebut menempatkan kota-kota besar dalam proses selektif sosio spasial yang menciptakan kemiskinan kota, kesenjangan yang rawan terhadap kelompok yang dikategorikan sebagai sektor informal danPsedeu Urbanisasi (Urbanisasi semu).
Selain permasalahan yang ditimbulkan oleh urbanisasi, permasalahan penataan ruang kota juga terjadi akibat teori-teori perencanaan kota yang dipakai di indonesia sebagian besar merupakan teori yang berasal dari adat barat dan diadopsi dari kebudayaan mereka di negara maju. Sedangkan indonesia ialah negara dunia ketiga yang sebagian besar masyarakatnya masih mengacu pada adat istiadat lokal daerah masing-masing yang sangat beragam, maka dari itu, untuk memajukan perencanaan kota di indonesia perlu dimulai dengan dibangunnya teori-teori yang sesuai karakteristik wilayah lokal di Indonesia sendiri.
Arus globalisasi turut menyumbangkan pemikiran-pemikiran baru dalam perencanaan kota. Sistem demokrasi juga mulai di adopsi oleh indonesia dari negara Barat dengan paham kapitalisme. Pemikir kapitalisme berlandasan pada fundalisme pasar, yaitu berpendapat bahwa kepentingan umum pasti akan terpenuhi kebutuhannya jika masing-masing orang dibiarkan mengejar kepentingannya sendiri. Menurut paham ini, setiap orang demi kepentingan pribadinya pasti akan melakukan apa saja, sehingga hasil akhirnya kepentingan umum akan terwujudkan. Namun paham ini tidak melihat pada kenyataan lain bahwa ketika ketidakstabilan pasar muncul, maka kepentingan-kepentingan individu akan lebih kuat sehingga mengdorong keegoisan yang tidak berujung pada kepentingan bersama.
Perencanaan Seharusnya
Kota adalah partikel yang memiliki atom-atom pembentuk. Agar dapat memperbaiki kota, para perencana perlu mengenal kota yang akan diperbaiki tersebut. Tidak hanya mengenai masalah apa yang menjangkiti kota, namun terkait dengan ketahanan serta kekebalan dari kota itu sendiri. Salah satu elemen yang harus dipelajari ialah mengenai kondisi masyarakatnya.
Tiap individu maupun kelompok masyarakat akan memperoleh resiko atau ketidakpastian dari luar lingkungannya, apapun bisa terjadi. Tanpa perencanaan kota, individu dan masyarakat akan bertindak semaunya saja, pemanfaatan lahan akan terjadi dimana-mana, disinilah letak Rencana Tata Ruang wilayah harusnya bukan hanya menjadi pengatur guna lahan yang ada namun juga merumuskan bagaimana tata guna lahan yang direncanakan dapat diwujudkan demi pembangunan kota yang lebih baik.
John Clammer dalam Zahnd (2008) telah mengarahkan sistem strategi untuk dapat mengarahkan perkembangan kota secara lebih baik melalui :
1.        Tuntutan-tuntutan strategis menekankan pada aspek-aspek sosio-spasial;
2.        Pola-pola perkotaan perlu digabungkan dengan lokalitas setempatnya;
3.        Perkembangan kota yang efektif tidak menekankan tempat pembangunannya saja, melainkan juga dinamika di dalamnya, serta hubungannya dengan tempat pembangunan lain.
Perencanaan idealnya tidak hanya memperhatikan elemen fisik saja namun juga sosio-spatial yang terjadi dalam suatu wilayah. Sehingga suatu kota direncanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat/lingkungan yang akan hidup didalamnya. Mengampu banyak kepentingan didalam sebuah perencanaan menjadikan sebuah perencanaan dapat diwujudkan secara bersama-sama oleh elemen masyarakat.
Pola-pola perkotaan dikembalikan lagi sesuai dengan budaya lokalitas setempat, agar fungsi dari pola perkotaan yang telah direncanakan merupakan hasil intepretas kegiatan sosial yang berlangsung sebelumnya di kawasan tersebut. Namun tidak berarti bahwa pola perkotaan lain yang berasal dari budaya yang berbeda tidak dapat disatukan secara lebih serasi.
Zahnd (2008) juga telah merumuskan pendekatan yang berdasarkan pada 5 kriteria untuk dapat mengefektifkan perencanaan kota dalam lingkungan indonesia. 5 kriteria tersebut ialah :
1.                  Mendukung identitas : perencanaan kota diarahkan agar dapat mendukung watak kawasan yang dibangun tanpa harus merancang secara langsung
2.                  Memungkinkan vitalitas : dalam hal ini perencanaan kota mendukung berbagai cara urbanisasi, baik yang terjadi secara formal maupun informal tanpa adanya pembatasan
3.                  Membiarkan fleksibilitas : perencanaan kota juga perlu untuk mendukung perkembangan yang dinamis dengan batasan tertentu dengan potensi terhadap perubahan yang bermacam-macam
4.                  Menguatkan efisiensi : perencanaan harus mendukung gagasan-gagasan pembangunan kota yang menggunakan massa dan ruang kota secara efisien.
5.                  Melibatkan realisasi : perencanaan kota yang efektif menggunakan sistem yang ada dalam realitas pembangunan kota, namun tidak dihambat oleh sistem tersebut.
Maka dapat kita simpulkan bahwa Perencanaan yang baik ialah bukan perencanaan yang hanya mengatur tata guna lahan secara fisik, namun juga dapat mewujudkan perencanaan tata guna lahan tersebut menjadi sebuah kawasan yang memiliki identitas dari hasil rencana, perencanaan kota juga harus mempertimbangkan aspek-aspek baru yang akan muncul sesuai dengan perkembangan waktu, selain urbanisasi yang terjadi akibat adanya modernisasi, bisa jadi akan ada faktor lain yang akan mempengaruhi perencanaan kota di era globalisasi ini
Semua standar yang telah disusun untuk mendukung perencanaan kota yang lebih baik ini akan lebih sempurna lagi menurut saya apabila perencanaan kota manapun dilandaskan pada konsep keberlanjutan. Dimana, kehhidupan sekarang tentunya akan sangat berpengaruh bagi kehidupan yang akan datang, ketika kita bijak merencanakan maka kondisi kota dimasa depan mungkin saja akan menjadi lebih baik lagi tanpa mengurangi keseimbangan lingkungan alam.

III.            PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan disajikan mengenai perlunya pengembangan pendekatan yang bersifat holistik (menyeluruh, utuh) sebagai jawaban terhadap krisis atau masalah penataan ruang di Indonesia seperti yang telah di jelaskan pada postingan - postingan sebelumnya, yaitu mengenai masalah tata ruang dalam prakteknya di Indonesia seperti :
·                 Masalah tata ruang dalam hal pengelolaan pertanahan
·                 Masalah tata ruang dalam hal kelestarian lingkungan
·                 Masalah tata ruang dalam hal penyediaan prasarana kota
Selain masalah tata ruang dalam hal praktek, terdapat juga masalah tata ruang dalam teorinya yaitu sebagai berikut :
·                 Masalah dalam Pemilihan Pendekatan Perencanaan
·                 Masalah kekuatan politik dalam perencanaan tata ruang
·                 Masalah kerugian pribadi akibat perencanaan tata ruang
·                 Masalah alat dalam tata ruang
Berikut ini akan diuraikan kesimpulan yang dapat dihimpun dari permasalahan perencanaan tata ruang dan konsep dasar untuk memecahkan masalah secara holistik.

IV.            PENUTUP
Kesimpulan
1. Kesimpulan terhadap masalah perencanaan tata ruang di Indonesia
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian pada postingan - postingan sebelumnya yang ditampilkan diatas adalah bahwa terdapat banyak kekurangan di dalam perencanaan dan pengelolaan penataan ruang di Indonesia. Kekurangan tersebut adalah sebagai berikut :
·                          Kebijaksanaan yang tidak jelas serta tidak konsisten terhadap penggunaan lahan yang berwawasan lingkungan. Kebijaksanaan tersebut meliputi penanganan limbah (industri maupun rumah tangga), ruang terbuka hijau maupun pembuangan air dan sebagainya;
·                          Kegagalan mengakomodasi kehendak atau tujuan masyarakat sebagai pengguna ruang dan kurang keterlibatannya di dalam proses perencanaan;
·                          Kegagalan menangkap isu - isu yang relevan terhadap masalah penataan ruang. Isu - isu yang muncul sehari - hari dibiarkan oleh pemerintah dan masyarakat. Misalnya, pedagang kaki lima (PKL) yang merambah jalan raya, pasar tradisional yang terabaikan, dan sebagainya;
·                          Kegagalan mengintegrasi kegiatan antar sektor. Kegiatan antar sektor, baik oleh pemerintah maupun swasta, sering berjalan sendiri - sendiri sehingga tidak diperoleh sinergi antar kegiatan dan terjadi pemborosan sumber daya;
·                          Tidak ada penekanan terhadap solusi teknis. Solusi sering ditekankan pada aspek non teknis seperti pertimbangan politis, tradisi serta kebiasaan, dsb;
·                          Ada masalah kelembagaan penataan ruang menyangkut kelemahan lembaga dan kejelasan kewenangannya;
·                          Peraturan perundangan penataan ruang yang masih kurang dan yang ada belum dapat berjalan secara efektif. Bahkan ada peraturan perundangan yang bertentangan secara mendasar;
·                          Kekurangan pembiayaan;
·                          Kekurangan akses informasi di dalam proses pengambilan keputusan.
2. Konsep Dasar Perencanaan dan Pengelolaan Holistik
Diperlukannya pendekatan perencanaan dan pengelolaan yang bersifat holistik dan integratif mengingat bahwa fenomena keruangan pada era globalisasi bersifat sangat kompleks. Krisis perkotaan di Indonesia sebagai kelanjutan dari krisis ekonomi pada akhir - akhir ini memerlukan suatu pengembangan pendekatan holistik yang terdiri atas 3 pilar/asas yang saling terkait, yaitu :
1.                  Secara ekonomi menguntungkan
·                     Pembangunan ekonomi berkelanjutan;
·                     Peningkatan pendapatan masyarakat;
·                     Peningkatan lapangan kerja;
·                     Pemerataan pendapatan;
·                     Perencanaan berbasis ekonomi lokal tetapi berorientasi regional/global. Pengembangan ekonomi yang terintegrasi antara aktor lokal dengan penggerak dari luar.
2.                  Ramah terhadap lingkungan
·                 Konservasi dan pengawetan lingkungan;
·                 Efisiensi penggunaan sumber daya;
·                 Mengurangi limbah;
·                 Teknologi yang tepat;
3.                  Secara sosial dan politik diterima oleh masyarakat dan sensitif terhadap budaya
·                 Pemberdayaan masyarakat;
·                 Demokratisasi perencanaan dan pengelolaan tata ruang;
·                 Desentralisasi perencanaan dan pengelolaan tata ruang;
·                 Pemanfaatan pengetahuan asli daerah;
·                 Pemerataan sosial, integrasi antara issue fisik dengan issue sosial;
·                 Integritas budaya.
Aspek - aspek tersebut akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan tata ruang. Jenis dan tingkat partisipasi dapat dibedakan sebagai berikut :
1.                  Partisipasi pasif, partisipan tidak melibatkan diri dalam proses perencanaan tetapi juga tidak menolak rencana dan mau menerima informasi tentang apa yang telah diputuskan;
2.              Partisipasi sebagai sumber informasi;
3.              Partisipasi dengan memberikan pendapat atau pandangan;
4.              Partisipasi dengan memberikan bantuan materil;
5.             Partisipasi sebagai pelaksana rencana atau proyek, disebut juga partisipasi fungsional;
6.             Partisipasi interaktif, dengan bantuan dari tenaga ahli luar, masyarakat mampu mengidentifikasi dan menganlisa masalahnya sendiri, menemukan pemecahan masalah, merencanakan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan.
7.             Berdaya dan mampu mobilisasi secara mandiri. Tanpa bantuan pihak luar, masyarakat mampu berinisiatif merubah dan membangun sistem baru. Mereka berhubungan dengan lembaga luar sebagai nara sumber dan penasehat teknis tetapi mandiri dalam memutuskan rencana.
Pengetahuan asli daerah yang biasanya berupa kebiasaan, kepercayaan, dan pantangan masyarakat sering dianggap remeh karena dianggap tidak ilmiah. Di dalam masyarakat kita yang beragam terdapat tradisi - tradisi positif yang telah teruji oleh jaman akan manfaatnya. Pemanfaatan pengetahuan asli daerah dapat mendorong tingkat partisipasi masyarakat karena masyarakat telah terbiasa dengan hal tersebut.
Partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan memecahkan masalah perencanaan. Apabila partisipasi terbentuk secara penuh maka akan mengarah pada keadaan :
·                 Rasa memiliki;
·                 Meningkatnya komitmen pada pencapaian tujuan dan hasil;
·                 Kelestarian sosial jangka panjang;
·                 Keberdayaan masyarakat terwujud



DAFTAR PUSTAKA

Kasnawi dan Ramli. 2006. Pembangunan Masyaraka Kota dan Desa (IPEM 4542).Universitas Terbuka (modul 1).Jakarta.
Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. PT Penerbit Erlangga. Jakarta.
M.Irfan Islamy. 2009. Kebijakan Publik. Universitas Terbuka. Jakarta.

Mirrian Sjofyan Arif dkk. 2013. Manajemen Pemerintahan. Universitas Terbuka. Jakarta.

Rabina Yunus, Anto Hidayat, Siti Aisyah. 2011. Sistem Pemerintahan Indonesia. Universitas Terbuka. Jakarta.

H. Achmad Batinggi, H. Badu Ahmad. 2011. Manajemen Pelayanan Umum. Universitas Terbuka. Jakarta.

M. Tahir Kasnawi, Sulaiman Asang.2013. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Universitas Terbuka. Jakarta.

http://idm.wikipedia.org/wiki/dewan_perwakilan_rakyat

Ketetapan MPR Nomor XV/ MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Yunus dkk. 2011. Sistem Pemerintahan Daerah. Universitas Terbuka. Jakarta

Djumhana, Muhamad. 2007. Pengantar Hukum Keuangan Daerah dan Himpunan peraturan Perundang-undangan di Bidang Keungan Daerah, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.





















nisiasi 1

Melalui Inisiasi I, Anda diajak untuk memahami pengertian
pembangunan masyarakat, teori, dan indikator pembangunan. Pada inisiasi
ini
akan dibahas terlebih dahulu pengertian kota. Mengapa kota? karena kota
merupakan pusat pelayanan: pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan perbankan.
  Kota juga pusat kegiatan ekonomi: perdagangan, industri, dan jasa. Pembangunan
dan implikasinya memerlukan koordinasi oleh semua lembaga yang berada di kota.
Terdapat berbagai definisi mengenai kota yang membedakan secara tegas tentang
makna dan fungsi kota pada skala makro dan mikro. Secara makro kota merupakan
bagian dari sistem kota global, dengan semua resiko dan manfaat yang
terkandung, serta sebagai akibat globalisasi dari kehidupan masyarakat yang
semakin
metropolis. Secara mikro kota merupakan sistem dari beragam sarana fisik dan
non fisik yang diadakan oleh dan untuk warga masyarakat, serta untuk merangsang
dan memfasilitasi aktivitas, serta kreativitas warga, dalam mewujudkan
cita-cita politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidupnya. Kota
membuka dan memberi peluang yang sama bagi semua lapisan masyarakat dalam
mencapai kehidupan yang sesuai dengan cita-citanya secara adil dan demokratis.
Kota-kota di Indonesia berkembang pesat, dan direncanakan sesuai dengan standar
kota di dunia. Akan tetapi, kota di Indonesia tetap mempunyai ciri khas local
baik yang fisik maupun non-fisik dalam dimensi kemanusiaan yang alami. Pembangunan perkotaan di Indonesia memberikan berbagai dampak bagi masyarakat
secara luas, baik yang bersifat positi
f , maupun yang negatif. Disadari bahwa pembangunan di kota-kota besar dan menengah di Indonesia, yang dipenuhi oleh
penduduk yang berurbanisasi dari desa-desa memberikan banyak manfaat bagi
Pemerintah dan bagi masyarakat. Manfaat dimaksud di antaranya adalah dukungan
terhadap peningkatan Produk Regional Bruto(PDRB), kesempatan kerja di sektor
formal, penyediaan sarana dan prasarana umum serta penyediaan sarana dan
teknologi untuk peningkatan pengetahuan dan kepentingan warga masyarakat. Namun
dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan kota juga ada, misalnya perumahan
kumuh di pinggir kota, kemacetan lalu lintas, polusi udara yang tinggi, dan
banjir. Salah satu faktor dampak negatif pembangunan kota adalah kesalahan
pendekatan dan penyusunan perencanaan kota.
  Sejak Indonesia merdeka maka kata pembangunan menjadi semacam
mantera karena dengan kata ini bangsa ini tersihir akan segera keluar dari
kesengsaraan akibat kemiskian yang panjang. Akan tetapi, setelah pembangunan
dilaksanakan 65 tahun dan secara intensif dilakukan sejak zaman Orde Baru,
masyarakat desa dan sebagian masyarakat kota masih hidup sengsara akibat
kemiskinaan.
Berdasarkan fakta tersebut, diskusikan hal-hal berikut.
  1. Apakah pembangunan berhubungan dengan pengentasan kemiskinan?
  2. Mengapa sampai hari masih banyak orang miskin di sekitar kita pemerintah kita
    sejak merdeka sampai sekarang terus melakukan program pembangunan?
  3. Teori pembangunana manakah yang bisa mengatasi masalah kemiskinan di negara
    kita?
  4. Bagaimana seharusnya program pembangunan itu diarahkan yang outputnya adalah
    kesejahteraan dan keadilan sosial?


Bahan bacaan yang dapat digunakan dalam diskusi ini adalah:
1. Kasnawi dan Ramli. 2006. Pembangunan Masyaraka Kota dan Desa (IPEM 4542),
Jakarta: Universitas Terbuka (modul 1)
2. Hanif Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Jakarta: PT Penerbit Erlangga
Selamat
Berdiskusi!


Tutor,
Dr. Drajat Tri Kartono
Drajat Tri Kartono
 INISIASI 2
Setelah pengertian kota dan aspek
yang melingkupinya Anda pahami, berikut ini akan dibahas tentang perdesaan,
sebagai jembatan untuk memahami pembangunan masyarakat di perdesaan.
Kita mulai dengan pengertian
desa.
VC Finch menyatakan desa pada dasarnya merupakan tempat pemukiman dan bukan berfungsi utama sebagai pusat kegiatan ekonomi. Desa terutama terbentuk dari kawasan pertanian beserta areal terkaitnya. Kemudian SD Misra, menyatakan desa bukan hanya sebuah kumpulan tempat hunian. Desa adalah sebuah kawasan pertanian yang kompak di dalam area
dengan batasan-batasan yang jelas biasanya meliputi 50-1000 are.
Bagaimana dengan pembangunan masyarakat di perdesaan? Sebagaimana diuraikan sebelumnya, mengapa untuk membahas pembangunan masyarakat lebih dulu dipelajari pembangunan di perkotaan, karena pembangunan di perdesaan tidak sekompleks di perkotaan, yang jumlah penduduknya padat. Perdesaan sebagaimana dinyatakan PJM Nas memiliki karakteristik sebagai berikut:
Kriteria jumlah penduduk kecil, dari segi hukum tersendiri, dari segi ekonomi: bercocok tanam, dari segi sosial: memiliki hubungan sosial tertentu, bersifat pribadi, tidak banyak
pilihan, pengkotakan kurang, hubungan kekeluargaan lebih penting. Kehidupannya  lebih bersifat komunal daripada fungsional. 
Dengan ciri-ciri perdesaan
tersebut bagaimana cara membangun masyarakat desa? 

Tutor,
Dr. Drajat Tri Kartono

TUGAS 1
Buatlah
dalam satu-dua halaman (paper kecil) tentang mengapa diperlukan
Perencanaan Kota?
Sistematika
Penulisannya:
· Pendahuluan;
· Isi;
· Kesimpulan.
Selamat
mengerjakan tugas!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar