PENERAPAN
KETENTUAN PIDANA PASAL 100 UUPPLH
PENERAPAN PASAL 100 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (UUPPLH), SEBELUM
TERBITNYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IZIN LINGKUNGAN
Oleh : Alvi Syahrin
I. Menerapkan ketentuan (norma) pidana dibatasi secara ketat pada suatu norma yang dilanggar. Hal ini terkait dengan asas legalitas dalam hukum pidana. Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali atas kekuatan undang-undang yang sudah ada terlebih dahulu sebelum perbuatan itu dilakukan.
Oleh : Alvi Syahrin
I. Menerapkan ketentuan (norma) pidana dibatasi secara ketat pada suatu norma yang dilanggar. Hal ini terkait dengan asas legalitas dalam hukum pidana. Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali atas kekuatan undang-undang yang sudah ada terlebih dahulu sebelum perbuatan itu dilakukan.
Asas legalitas mempunyai makna harus adanya ketentuan
tertulis dari ketentuan pidana atau harus secara expresiv verbis dalam
undang-undang. Rumusan tindak pidana harus jelas dan tidak bersifat multitafsir
dan tidak dibenarkan analogi, sehingga ketentuan pidana harus ditafsirkan
secara ketat, agar tidak menimbulkan tindak pidana baru.
Ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat
UUPPLH), berbunyi:
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimna dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan telah lebih satu kali.
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimna dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan telah lebih satu kali.
Penjelasan Pasal 100 UUPPLH, menyatakan cukup jelas.
Namun demikian, jika diperhatikan Penjelasan Umum UUPPLH pada angka 6,
dijelaskan bahwa: “…. Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan
asas ultimum remedium yang mewajibkan p[enerapan penegakan hukum pidana sebagai
upaya terakhir stelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak
berhasil. Penerapan asas ultimum remedium
ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap
pelanggaran baku mutu air limbah, emisi dan gangguan”, maka akan muncul isu
hukum, yaitu apakah ketentuan Pasal 100 UUPPLH dapat diterapkan pada saat ini,
oleh karena ketentuan sanksi administrasi berdasarkan Pasal 76 UUPPLH
diterapkan jika ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan, sementara
ketentuan izin lingkungan (Peraturan Pemerintah tentang Izin Lingkungan) belum
terbit (belum diatur)
II. Ketentutan Pasal 100 UUPPLH, pada intinya mengatur
tindak pidana melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan. Terhadap tindak pidana ini baru dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
100 UUPPLH yaitu sanksi administratif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 76
ayat (2) UUPPLH yang dapat berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Paksaan pemerintah;
c. Pembekuan izin lingkungan; atau
d. Pencabutan izin lingkungan.
a. Teguran tertulis;
b. Paksaan pemerintah;
c. Pembekuan izin lingkungan; atau
d. Pencabutan izin lingkungan.
Sanksi administrasi berdasarkan Pasal 76 ayat (1)
UUPPLH dijatuhkan kepada penanggungjawab usaha dan atau/kegiatan jika dalam
pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Izin lingkungan berdasarkan Pasal 1 angka (35) UUPPLH
adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 41 UUPPLH ketentuan lebih
lanjut mengenai izin lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 sampai dengan
Pasal 40 UUPPLH, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), namun hingga saat ini
PP yang mengatur tentang izin lingkungan belum terbit. Dengan demikian
menerapkan Pasal 100 UUPPLH terhadap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
dengan alasan sanksi administrasi yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi belum
dapat diterapkan saat ini sebab ketentuan mengenai izin lingkungan belum ada
(belum terbit). Belum adanya (terbitnya) ketentuan izin lingkungan berarti izin
lingkungan sampai saat ini belum ada. Belum adanya izin lingkungan berarti
untuk menjatuhkan sanksi administratif berdasarkan Pasal 76 ayat (1) UUPPLH
belum bisa dilaksanakan.
Bagaimana halnya, jika sanksi administrasi telah dijatuhkan pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPLH) atau sebelum berlakunya UUPPLH namun penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan tidak mematuhi sanksi administrasi tersebut. Ketidakpatuhan memenuhi sanksi administrasi berlanjut sampai berlakunya UUPPLH, apakah hal ini bisa diajdikan alsan untuk menerapkan Pasal 100 UUPPLH terhadap penangungjawab usaha dan/atau kegiatan tersebut?
Bagaimana halnya, jika sanksi administrasi telah dijatuhkan pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPLH) atau sebelum berlakunya UUPPLH namun penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan tidak mematuhi sanksi administrasi tersebut. Ketidakpatuhan memenuhi sanksi administrasi berlanjut sampai berlakunya UUPPLH, apakah hal ini bisa diajdikan alsan untuk menerapkan Pasal 100 UUPPLH terhadap penangungjawab usaha dan/atau kegiatan tersebut?
Ketentuan Pasal 25 sampai Pasal 27 UUPLH, mengatur
Sanksi Administrasi. Sanksi Administrasi berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UUPLH
yaitu berupa paksaan pemerintah terhadap penanggungjawab usaha dan atau kegiatan
untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi
akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan
penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan
Undang-undang. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UUPLH, diatur bahwa
pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha
dan/atau kegiatan. Penjelasan Pasal 27 ayat (1) UUPLH menjelaskan bahwa bobot
pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda mulai dari pelanggaran
syarat administrasi sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban.
Kemudian, yang dimaksud dengan pelanggaran tertentu adalah pelanggaran oleh
usaha dan/atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan
usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya
akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Memperhatikan ketentuan sanksi administrasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai Pasal 27 UUPLH, menetapkan sanksi
administrasi berupa paksaan pemerintah, dan sanksi administrasi dijatuhkan
karena penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan melakukan pelanggaran terhadap
peraturan lingkungan hidup yang mulai dari pelanggaran syarat administrasi
sampai dengan pelanggaran yang menimbulkan korban. Hal ini (ketentuan sanksi
administrasi dalam UUPLH) berbeda dengan ketentuan sanksi adminstrasi dalam
UUPPLH. Sanksi administrasi dalam UUPPLH dikenakan kepada penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin
lingkungan, dan sanksinya terdiri atas: teguran tertulis, paksaan pemerintah,
pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan.
Berdasarkan uraian terdahulu, maka menerapkan Pasal 100
UUPPLH terhadap pelaku usaha dan atau kegiatan yang dijatuhkan sanksi
administrasinya berdasarkan ketentuan sanksi administrasi yang diatur dalam
UUPLH, tidak dapat dilakukan, karena hal ini akan bertentangan dengan asas
legalitas. Kemudian, berdasarkan Pasal 125 UUPPLH, sejak UUPPLH berlaku, UUPLH
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, ini berarti makna sanksi administrasi
harus diartikan sebagai sanksi administrasi yang dijatuhkan kepada pelaku usaha
dan/atau kegiatan yang melakukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Namun demikian, penerapan Pasal 100 UUPPLH bisa
diterapkan kepada orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi,
atau baku mutu gangguang, jika orang tersebut telah melakukan pelanggaran
tersebut lebih dari satu kali. Artinya, pelaku usaha dan/atau kegiatan telah
melakukan pelanggaran terhadap baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku
mutu gangguan telah dilakukan lebih dari satu kali.
Untuk membuktikan telah dilakukannya pelanggaran
terhadap baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan, maka
pejabat pengawas lingkungan yang melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggungjawab usaha dan atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 UUPPLH, membuat laporan dan berita
acara pengawasan atas pelanggaran dimaksud. Dengan adanya dibuat laporan dan
berita acara pengawasan tersebut, maka akan ada bukti yang menerangkan atau
yang membuktikan bahwa perbuatan tersebut telah dilakukan lebih dari satu kali.
III. Menerapkan Pasal 100 ayat (1) UUPPLH terhadap
pelaku usaha dan/atau kegiatan dan tidak melanggar asas subsidiaritas atau
ultimumum remedium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) UUPPLH maupun
asas legalitas, pada saat ini yaitu harus dengan alasan pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali, sedangkan untuk alasan sanksi administrasi telah
dijatuhkan tidak dipatuhi belum bisa dijadikan alasan untuk mengenakan Pasal
100 ayat (1) UUPPLH karena ketentuan izin lingkungan berupa PP belum
keluar/terbit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar